Oleh:Hadiran Halawa, S.Th
Mazmur 73:1-28
Kehidupan adalah sebuah misteri, banyak hal yang masih jadi misteri dalam pemikiran kita sebagai manusia, sehingga sering kali membuat seseorang binggung, terkadang kita tidak harus mengerti dan memahaminya, adanya perang, kelaparan, penderitaan, anak kecil tergilas mobil truk di jalanan, sakit penyakit, kematian mendadak saat masih muda, kekayaan, kemiskinan, bencana Alam, kecelakan darat, laut, udara dan lain sebagainya yang membuat kita sering bertanya dalam kebingungan, kenapa hal ini bisa terjadi..?. terkadang kita tidak dapat, dan tidak pernah memukan jawabannya, karena itu bagiannya Allah.
Adanya kesenjangan yang tinggi antara pengakuan iman dengan realita hidup yang kita jalani setiap hari. Sehingga membuat kebanyakan orang tak terkecuali orang kristen, sering mempertanyakan hal seperti ini,” benarkah Allah mengahisiku..??”, “Benarkah Allah itu baik..??” , "Kalau memang benar Allah itu, adalah Allah yang maha kasaih dan maha baik, Mengapa Allah membiarkan aku dalam kondisi buruk seperti ini..??”. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini, sudah menjadi pertanyaan yang sangat serius dan sangat krusial bagi kebanyakan orang, yang mungkin sedang mengalami tekanan penderitaan yang sedemikian berat, sementara orang lain disekelilingnya “sepertinya”, dikasihi Tuhan, merasakan kebaikan Tuhan, karena sekali lagi sepertinya hidup orang lain begitu “bahagia”, tanpa masalah, tanpa hidup dalam penderitaan.
Adanya kesenjangan yang tinggi antara pengakuan iman dengan realita hidup yang kita jalani setiap hari. Sehingga membuat kebanyakan orang tak terkecuali orang kristen, sering mempertanyakan hal seperti ini,” benarkah Allah mengahisiku..??”, “Benarkah Allah itu baik..??” , "Kalau memang benar Allah itu, adalah Allah yang maha kasaih dan maha baik, Mengapa Allah membiarkan aku dalam kondisi buruk seperti ini..??”. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini, sudah menjadi pertanyaan yang sangat serius dan sangat krusial bagi kebanyakan orang, yang mungkin sedang mengalami tekanan penderitaan yang sedemikian berat, sementara orang lain disekelilingnya “sepertinya”, dikasihi Tuhan, merasakan kebaikan Tuhan, karena sekali lagi sepertinya hidup orang lain begitu “bahagia”, tanpa masalah, tanpa hidup dalam penderitaan.
Tidak sidikit orang yang akhirnya meninggalkan
Tuhan, menjauh dari takhta kasih karunia Tuhan dan hidup dalam akar pahit, yang berakhir tragis. karena berpikir bahwa Allah pada kenyataannya
“bukan Allah yang maha kasih dan maha
baik”. Bahkan banyak orang kemudian menjadi Ateis, tidak lagi mau percaya bahwa
ada Tuhan, dengan memberikan argumen yang kelihatan “logis” dengan mengatakan,"
kalau seandainya ada Tuhan, kenapa harus terjadi kekacauan yang begitu luar
biasa dalam dunia ini, kenapa harus ada penderitaan, penindasan, pembunuhan,
perang dan lain sebagainnya, tidak sanggupkah Tuhan mengurus dunia ini ?", "Bukankah katanya Dia adalah TuhanTuhan yang maha Kuasa, maha besar..?".
Ada banyak orang percaya yang mempertanyakan apakah Tuhan itu
Adil..? kalau Tuhan itu adil kenapa Tuhan tidak memberkatiku, membuat
perjalanan hidupku berjalan dengan mulus, tanpa harus mengalami penderitaan dan
kesusahan hidup. Padahal mungkin sudah Rajin ke gereja, rajin baca firman Tuhan
siang dan malam, rajin berdoa, rajin melayani, menjaga hidup bersih. Pertanyaan
ini semacam ini tidak hanya dipertanyakan oleh anak-anak Tuhan pada masa kini,
tapi juga di dalam Alkitab pernah seorang pemazmur, seorang pelayan dibait
Allah yang bertugas sebagai worship leader
di dalam bait Allah yang bernama Asaf pernah mempertanyakan hal yang sama dengan
mangatakan “ Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih,
dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah Namun sepanjang
hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi” (Mazmur 73:13-14).
Kalau saya boleh sederhanakan kalimat pernyataan “protes” Asaf ini, sebenarnya mau berkata, “Tuhan bukankah saya sudah hidup dalam kekudusan, sudah melayani Tuhan begitu rupa, seharusnya hidup saya diberkati,bebas dari setiap penderitaan yang begitu menekan. tapi kenapa justru saya harus selalu menanggung banyak penderitaan, kenapa justru harus datang masalah tiada hentinya dalam hidupku". Tentunya ada suatu harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan disini. Seharusnya dalam pemikiran asaf dan dalam pemikiran banyak anak-anak Tuhan lainnya, dengan hidup menyenangkan Tuhan, hidup dalam kekudusan setiap hari, maka dengan otomatis imbalannya adalah berkat, terjauhkan dari segala macam kesusahan dan penderitaan hidup.
Kalau saya boleh sederhanakan kalimat pernyataan “protes” Asaf ini, sebenarnya mau berkata, “Tuhan bukankah saya sudah hidup dalam kekudusan, sudah melayani Tuhan begitu rupa, seharusnya hidup saya diberkati,bebas dari setiap penderitaan yang begitu menekan. tapi kenapa justru saya harus selalu menanggung banyak penderitaan, kenapa justru harus datang masalah tiada hentinya dalam hidupku". Tentunya ada suatu harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan disini. Seharusnya dalam pemikiran asaf dan dalam pemikiran banyak anak-anak Tuhan lainnya, dengan hidup menyenangkan Tuhan, hidup dalam kekudusan setiap hari, maka dengan otomatis imbalannya adalah berkat, terjauhkan dari segala macam kesusahan dan penderitaan hidup.
Sementara dalam pengamatan Asaf bahwa ternyata justru orang-orang fasik, yang adalah orang berdosa, jauh dari persekutuan dengan Tuhan dan bahkan tidak mengenal Tuhan Justru hidup mereka serasa seperti “berjalan di atas angin”, terluput dari setiap penderitaan. Perjalanan hidupnya seperti berjalan di “jalan tol” bebas dari masalah, hidupnya keliahatan “makmur”, diberkati dengan luar biasa. “Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Dalam rasa cemburunya karena mengamati hidup orang fasik, Asaf berkata Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain.” (Mazmur 73:3-10).
Sungguh disayangkan penilaian
manusia terhadap Tuhan yang telah menciptakannya, bukanlah penilaian yang objektif,
melainkan lebih kepada panilaian yang subjektif, penilaian yang terlalu egois,
dan tidak logis. Kasih dan kebaikan Tuhan diukur dengan seberapa baik dan buruknya keadaan mereka untuk saat ini. Kalau
perjalanan kehidupan ini diwarnai dengan onak duri, maka cenderung menyalahkan
Tuhan, bahkan cenderung mengambill kesimpulan yang spekulatif dan lagi prematur
bahwa “Tuhan tidak mengasihiku”, “Tuhan tidak baik bagi keluargaku”, bahkan
yang lebih ekstrimnya, “Tuhan itu tidak ada”.
Beda halnya kalau sepanjang perjalanan hidupnya bertaburan “bunga-bunga yang indah”, hidup berjalan tanpa penderitaan, maka cenderung mengatakan "Tuhan begitu mengashiku", "Tuhan itu baik bagiku", "Tuhan itu benar-benar ada". Manusia tidak mampu memandang dan menilai sebuah kehidupan secara menyeluruh, hanya terbatas kepada hal-hal, apa yang dialami, apa yang sedang di rasa, apa yang sedang dilihat. Manusia yang memandang kehidupan ini secara menyeluruh, mampu melihat karya Tuhan walau ditengah badai sehebat apapun, mampu melihat kasih, kebesaran, kebaikan, keadilan Tuhan walau berada dilembah yang kelam dan dalam sekali.
Beda halnya kalau sepanjang perjalanan hidupnya bertaburan “bunga-bunga yang indah”, hidup berjalan tanpa penderitaan, maka cenderung mengatakan "Tuhan begitu mengashiku", "Tuhan itu baik bagiku", "Tuhan itu benar-benar ada". Manusia tidak mampu memandang dan menilai sebuah kehidupan secara menyeluruh, hanya terbatas kepada hal-hal, apa yang dialami, apa yang sedang di rasa, apa yang sedang dilihat. Manusia yang memandang kehidupan ini secara menyeluruh, mampu melihat karya Tuhan walau ditengah badai sehebat apapun, mampu melihat kasih, kebesaran, kebaikan, keadilan Tuhan walau berada dilembah yang kelam dan dalam sekali.
Beragam kisah dapat kita baca dan
dengar, tentang orang –orang yang pernah hidup dalam keadaan yang tidak normal
hidupnya, salah satu contohnya adalah Nick Vujicic yang adalah salah satu motivator hebat di dunia, yang lahir tanpa
tangan dan kaki, tetapi tidak melihat hidupnya hanya dalam “kotak” fisiknya
yang terbatas, tetapi di melihat jauh menembus ke dalam keterbatasan fisiknya
untuk berkarya. Dia melihat dan menilai hidup bukan hanya kepada kondisi tubuh yang sangat tidak normal, tapi dia
melihat kehidupan ini secara menyeluruh.
Ada banyak Alasan bagi seorang Vick Vujicic untuk tidak mengucap syukur dengan keadaannya, tidak mau berjuang, lebih memilih untuk menyerah terhadap hidup kehidupan ini. Tapi bagi seorang Nick,masih terlalu banyak alasan lagi untuk bisa mengucap syukur dalam segala hal, untuk berjuang dan berkarya dalam kehidupan ini. Siapa sangka seorang nick yang dulu dipandang oleh banyak orang, bahkan mungkin keluarganya bahwa tidak ada sama sekali harapan sebuah kehidupan yang indah buat Nick, justru sebaliknya dia telah menjadi seorang motivator yang hebat, yang telah menolong banyak orang untuk keluar dari penilain buruk akan hidup ini, mencelikkan mata dunia bahwa Allah tidak hanya bisa melukiskan karyaNya yang hebat ketika hidup terasa normal dan sempurna, tapi juga pada saat kehidupan berada jauh dari kenormalan dan ketidak sempurnaan. Allah mampu melukiskan karya-Nya yang hebat ditengah badai dan ditengah lembah kekelaman yang amat dalam sekalipun.
Ada banyak Alasan bagi seorang Vick Vujicic untuk tidak mengucap syukur dengan keadaannya, tidak mau berjuang, lebih memilih untuk menyerah terhadap hidup kehidupan ini. Tapi bagi seorang Nick,masih terlalu banyak alasan lagi untuk bisa mengucap syukur dalam segala hal, untuk berjuang dan berkarya dalam kehidupan ini. Siapa sangka seorang nick yang dulu dipandang oleh banyak orang, bahkan mungkin keluarganya bahwa tidak ada sama sekali harapan sebuah kehidupan yang indah buat Nick, justru sebaliknya dia telah menjadi seorang motivator yang hebat, yang telah menolong banyak orang untuk keluar dari penilain buruk akan hidup ini, mencelikkan mata dunia bahwa Allah tidak hanya bisa melukiskan karyaNya yang hebat ketika hidup terasa normal dan sempurna, tapi juga pada saat kehidupan berada jauh dari kenormalan dan ketidak sempurnaan. Allah mampu melukiskan karya-Nya yang hebat ditengah badai dan ditengah lembah kekelaman yang amat dalam sekalipun.
Dalam keterbatasan pikiran kita manusia sebagai makhluk ciptaan
dalam memahami sang pencipta dan karya-Nya, akhrinya muncul berbagai macam
pertanyaan “kritis”, yang tidak jarang menggerogoti iman percaya begitu banyak
orang. Tapi sungguh Ironis, banyak pertanyaan-pertanyaan “penting” ini
dipertanyakan oleh diri sendiri kemudian dijawab oleh dirinya sendiri, yang
pada hakekatnya sebagai manusia yang
memilki keterbatasan dalam
memahami segala hal. Terlebih lagi setiap jawaban spekulasi yang didapatkan dijadikan
sebagai suatu “kebenaran”. Mampukah
pikiran kita sebagai manusia ciptaan
yang sangat terbatas memahami pencipta kita yang tak terbatas..?,pasti
jawabannya adalah sangat mustahil untuk
memahaminya, Rasul Paulus seorang yang jenius pernah berkata dalam pengakuannya
yang sangat jujur “ O, alangkah dalamnya kekakayaan, hikmat dan pengetahuan
Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak
terselami jalan-jalanNya!”( Roma 11:33).
Ada beragam kisah dalam kehidupan
saya secara pribadi yang penuh dengan tanda Tanya yang sampai sekarang belum
aku bisa memahaminya. Dimulai ketika saya duduk di bangku kelas 2 SD, teman akrab saya disekolah. Teman
saya ini, anaknya baik, sopan, menyenangkan, tapi dipanggil Tuhan dalam usia
yang sangat terlalu muda, meninggal karena tenggelam di sungai. Kisah
selanjutnya teman Akrab saya juga waktu sejak duduk bangku SMP, samapi melanjutkan study ke jenjang SMA
kami tetap sama-sama, di sekolah yang sama. Namun di tahun pertama duduk
dibangku SMA, pertemanan kami harus segera berakhir, karena dia dipanggil
Tuhan, dia sakit mendadak mengidap kanker otak.
Kisah lainya, Suatu saat ketika saya sedang menjalankan masa praktek pelayanan disebuh gereja di jawa tengah, saya dikejutkan oleh sebuah berita dari salah seorang teman saya, dia memeberitahukan saya bahwa kakak tingakat kami yang sedang pelayanan di Kalimantan meninggal karena tabrakan di jalan dan langsung meninggal di tempat, dia dipanggil Tuhan dalam umur yang masih muda. Mendengar kejadian itu, saya merenung sepanjang hari, dengan beragam pertanyaan timbul dalam pemikiranku , Tuhan kenapa secepat itu, bukankah dia masih muda, bukankah dia sedang melayaniMu, bukankah kalau Dia hidup bisa mengerjakan banyak hal bagi kemuliaan-Mu..?.
Kisah lainya, Suatu saat ketika saya sedang menjalankan masa praktek pelayanan disebuh gereja di jawa tengah, saya dikejutkan oleh sebuah berita dari salah seorang teman saya, dia memeberitahukan saya bahwa kakak tingakat kami yang sedang pelayanan di Kalimantan meninggal karena tabrakan di jalan dan langsung meninggal di tempat, dia dipanggil Tuhan dalam umur yang masih muda. Mendengar kejadian itu, saya merenung sepanjang hari, dengan beragam pertanyaan timbul dalam pemikiranku , Tuhan kenapa secepat itu, bukankah dia masih muda, bukankah dia sedang melayaniMu, bukankah kalau Dia hidup bisa mengerjakan banyak hal bagi kemuliaan-Mu..?.
Tidak semua hal tentang hidup ini haruslah kita mengerti dan
memahaminya, termasuk penderitaan, kekusahan yang sering dialami oleh setiap manusia
yang hidup dibawah matahari ini. Ada hal-hal tertentu yang memang Tuhan izinkan
kita bisa memahminya, tapi ada juga hal-hal tertentu yang memang Tuhan tidak
izinkan kita untuk memahaminya sampai kesana, itu adalah bagiannya Tuhan.
mengapa..? nanti kalau kita sudah bersama Tuhan disurga kita tanyakan hal ini. Yang
pastinya Tuhan sangat tahu apa yang terbaik buat hidup setiap kita. Satu-satunya
pribadi yang mengetahui dari awal sampai
akhir perjalanan kehidupan kita adalah Tuhan. Sebab Dia adalah Alfa dan Omega,
yang awal dan yang akhir. Apapun mungkin yang Tuhan izinkan terjadi dalam
kehidupan kita, seharusnya kita tetap percaya sepenuhnya kepada kehendak-Nya,
sebab Allah tak akan pernah salah bertindak dalam setiap langkah hidup kita.
Jangan terlalu mencoba memkasakan
diri untuk memahami hal-hal yang merupakan bagiannya Tuhan, yang tidak perlu di
pahami secaera detail, itu bukan
porsinya kita. Kalau kita mencoba memahaminya maka hal itu secara tidak langsung membawa diri kita kepada
suatu kesulitan ibarat berjalan di hutan belantara yang tak ketemu jalan
keluarnya. Asaf mengatakan dalam usaha terbaiknya untuk mencoba mengetahui
semua kejadian yang menimpa hidupnya yang diwarnai dengan penderitaan dan
diperbandingkan dengan kehidupan orang
–orang fasik yang hidup dalam dosa, yang dalam perjalanan hidupnya sepertnya
selalu hidup dalam “kemakmuran”.Asaf berkata “Tetapi ketika aku bermaksud untuk
mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan dimataku” (Mazmur 73:16).
Lalu apa yang seharusnya kita
lakukan kekita kehidupan tidak berjalan
seperti apa yang kita harapkan dan kita
inginkan, Asaf menemukan solusinya dengan berkata “Sampai aku masuk ke
dalam tempat kudus Allah dan
memperhatikan kesudahan mereka” (Mazmur 73:17). Apa yang dimaksud dengan “tempat
kudus Allah”, bagi seorang asaf yang adalah seorang worship leader tentunya itu
adalah bait Allah dimana dia bisa memuji dan menyembah Tuhan dan masuk dalam
hadirat Tuhan, Dalam hadirat Tuhanlah paradigma seorang Asaf diubahkan tentang persoalan kehidupan
yang begitu rumit untuk dia pahami. Bahkan lebih lanjut asaf berkata “Ketika
hatiku terasa pahit dan buah pingganggku,menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan
tidak mengerti,seperti hewan aku didekat-Mu, tetapi aku tetap didekat-Mu,
Engkau memegang tanganku,dengan nasehat-nasehat-Mu engkau menuntun aku, dan
kemudian engkau mengangkat aku dalam kemuliaan” (Mazmur 73:21-24).
Menarik sekali bahwa Asaf
mengambil keputusan yang tepat dan benar yaitu dia mau masuk dalam tempat kudus
Allah, memuji dan menyembah Tuhan, masuk dalam hadirat Tuhan, dalam level keintiman
yang dalam. Asaf memilih untuk dekat dengan Tuhan ketimbang menjauh dari hadapa-Nya.
Walaupun tidak mengerti, tidak memahami semua kesusahan dan penderitaan yang
sedang dialami, dalam bahasanya asaf mengatakan “Aku dungu dan tidak mengerti,
seperti hewan aku didekat-Mu”. Menggambar dirinya seperti orang dunggu, bodoh,
bahkan seperti hewan, yang tidak tau apa-apa, kemudian dia melanjutkan dengan
sebuah keputusan yang ekstrim “tetapi aku tetap didekat-Mu”.
Asaf tidak mengambil kesimpulan yang spekulatif dan terlalu prematur untuk menilai keadaannya, menilai Allah, kasih dan kebaikannya, dia tidak tergoda untuk mengatakan “Tuhan tidak mengashiku”, “Tuhan tidak baik bagiku”, bahkan “Tuhan itu tidak ada”, sangat jauh berbeda dengan kebanyakan orang percaya dalam menghadapi berbagai macam persoalan hidup yang lebih memilih menyalahkan Tuhan,ketimbang mendekati-Nya dan mau berkata seperti Asaf “Tetapi aku tetap di dekat-Mu”. Banyak orang percaya menjauh dari hadapan Tuhan, ada yang murtad, dan tidak sidikit yang menjadi ateis.
Asaf tidak mengambil kesimpulan yang spekulatif dan terlalu prematur untuk menilai keadaannya, menilai Allah, kasih dan kebaikannya, dia tidak tergoda untuk mengatakan “Tuhan tidak mengashiku”, “Tuhan tidak baik bagiku”, bahkan “Tuhan itu tidak ada”, sangat jauh berbeda dengan kebanyakan orang percaya dalam menghadapi berbagai macam persoalan hidup yang lebih memilih menyalahkan Tuhan,ketimbang mendekati-Nya dan mau berkata seperti Asaf “Tetapi aku tetap di dekat-Mu”. Banyak orang percaya menjauh dari hadapan Tuhan, ada yang murtad, dan tidak sidikit yang menjadi ateis.
Dalam keputusan yang tepat dan benar yang dibuat oleh Asaf
dalam menanggapi berbagai macam persoalan hidup yang sulit untuk terpecahkan, maka hasilnya melahirkan iman yang besar. Hal
itu dinyatakan dalam kalimat pernyataan
iman yang luar biasa dan sangat terkenal untuk dari generasi ke generasi
yang juga sering dilantunkan dalam sebuah lagu, “Siapa gerangan ada padaku di sorga
selain Engaku ?,Selain Engkau tidak ada yang ku ingini di bumi, sekalipun
dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku, tetaplah Allah
selama-lama-Nya” (Mazmur 73:25-26). Sungguh Ini merupakan pernyataan iman yang
sangat luar biasa. Berbeda dengan orang Kristen
yang telah salah mengambil keputusan dan kesimpulan tentang Allah, dalam usaha
untuk mengertai dan memahami berbagai persolan hidup yang begitu rumit tak
terpecahkan oleh pikiran manusia yang terbatas, pada umumnya hasilnya adalah
kehilangan iman akan Tuhan dalam kehidupannya, tentunya itu adalah sesuatu hal
yang sangat bodoh dan memprihatinkan.
Pilihan terletak ditangan kita,
apakah mau memilih seperti Asaf yang dalam pergemulan yang sama, tetapi berani
untuk mengambil, memilih keputusan yang tepat
dan benar, hasilnya menghasilkan iman yang besar,dan diangkat dalam kemuliaan.
Atau mau meilih jalan kehidupan orang Kristen yang telah salah mengambil
kesimpulan dan keputusan, sebagai hasilnmya kehilangan iman, dan akan menemui
kebinasaan untuk selamanya kalau tidak bertobat.
Amin..!
God Bless :)
God Bless :)
By: Hadiran Halawa, S.Th
Tuhan Memberkati kita semua....
BalasHapusTrus asaf jadi apa...??
BalasHapus