Oleh:Hadiran Halawa
“Kecaplah dan lihatlah
betapa baiknya TUHAN itu ! Berbahagialah orang yang berlindung padaNya” Mazmur
34:9
Kalimat dari pernyataan ini bukanlah sebuah slogan kosong
atau hanya sekedar omongan isapan jempol Daud belaka untuk mengenakan telinga
dan menyenangkan serta membersarkan perasaan pembaca, tanpa sebuah sebuah fakta
empiris. Ketika Ketika Daud berkata “Kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan
itu, berbahagialah orang yang berlindung padaNya”, benar-benar Daud
mengalaminya dalam kehidupan nyata setiap hari. Mungkin sejenak kita akan
berkomentar dalam hati..”ah wajarlah kalau Daud berkata seperti itu, karena
kehidupanya sebagai Raja Israel yang kaya Raya, berkelimpahan dalam segala hal,
berada dalam zona nyaman, tidak seperti aku yang lagi dalam keadaan menderita,
mengalami kesusahan, pergumulan berat yang seakan tak ada akhirnya”. Tapi
tunggu dulu, pada saat Daud berkata seperti ini, bukanlah pada saat dia sudah
memiliki segala kemewahan dan kenyamanan hidup sebagai raja, melainkan pada
saat dia menjadi seorang buronan kerajaan Isrel pada masa pemerintahan Saul (1
Samuel 20 -22).
Daud harus menjadi
buronan kerajaan, melarikan diri keberbagai tempat, bersembunyi di gua-gua batu
karena Saul sangat menginginkan nyawanya. Berawal dari sikap benci, iri hati Saul
terhadapa Daud, karena ternyata dalam peperangan melawan bangsa filistin Daud tampil
sebagai sesosok pahlawan yang konon masih terlalu muda, tidak pernah
terpikirkan oleh banyak orang, tidak diperhitungkan sama sekali dalam kelayakan
barisan prajurit. Daud berhasil mengalahakan bahkan membunuh pendekar saktinya
bangsa filistin yang bernama Goliat. Perempuan Israel memperhitungkan Daud sebagai
seorang pahlwan yang hebat, pendekar sakti, melebihi dari pada Saul sendiri,
dengan mengatakan “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud
berlaksa-laksa”. Dari sinilah awal pemicu kebencian Saul terhadap Daud, iri
melihat meliahat dan mendengar Daud lebih diperhitungkan dari pada dirinnya
sendiri, yang adalah seorang raja dan juga pendekar hebat dari bangsa Israel.
Sehingga pada akhirnya Saul mengaktualkan kebencian itu dalam aksi nyatanya dengan
berusaha memburu Daud kemana-mana untuk dibunuh.
Daud harus melarikan diri dari Saul sampai di kota Gat yang
pada saat itu Akhis sebagai seorang raja. Daud harus berpura-pura jadi gila di
depan Akhis karena takut dibunuh. Pada masa sukar dan sulit yang sedemikian
hebat inilah Daud berkata “Kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan itu,
berbahagialah orang yang berlindung padanya”. Ditengah-tengah kesukaran, penderitaan,
badai kehidupan yang sedang mengancam hidupnnya Daud masih bisa berkata kecap
dan lihatlah betapa baiknya Tuhan itu. Kalau kita berpikir secara logis,
sebenarnya Daud tak seharusnya dia berkata “kecaplah dan lihatlah betapa
baiknya Tuhan itu”, bagaimana mungkin ia bisa merasakan dan bahkan melihat
Tuhan di tengah badai hidup yang begitu
rumit dan sukar..??, berada dalam situasi yang sangat sulit dan tidak
mengenakan, posisinya antara hidup dan mati, sbab kapan saja Saul
mendapatkannya pasti dibunuh. Sebagai seorang buronan, yang melarikan diri
kesanan-sana, tentu saja hidupnya tidak tenang, selalu was-was, selalu
berpindah-pindah tempat, bersembunyi di gua-gua batu untuk menghindar dari
incaran Saul, mungkin sering tidak makan, tidak bisa tidur dan lain sebagainya.
Bukan hanya jasmaninya yang capek tentunnya juga berpengaruh kepada psikisnya,
mengalami stress, takut, khwatir.
Daud bisa saja kecewa dengan Tuhan, karena barusan saja dia melihat dan
menyaksikan kuasa Tuhan dalam dirinya dengan membunuh pendekar raksasanya bangsa
filistin. Daud sedang berada “diatas
gunung” dengan mengalami kemenangan yang gilang gemilang atas bangsa filistin
setiap kali mereka pergi berperang, dikasihi oleh seluruh bangsa Israel,
tinggal di Istana, menikah dengan anak seorang raja. Dan sekarang harus
menerima kenyataan bahwa dirinya berada dalam “lembah kelam”, sebagai buronan
kerajaan yang harus dikejar-kejar, diburu, dimata-matai setiap waktu oleh kaki
tangannya raja Saul untuk dibunuh pada setiap setiap kesempatan. Tetapi
faktanya berbicara bahwa Daud tidak kecewa sama sekali dengan Tuhan, justru
sebaliknya melihat Tuhan ditengah badai kehidupan yang sedang dialaminya,
dengan mengatakan “kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan itu”.
Ada dua hal penting disini yaitu “mengecap” dan “melihat”
kebaikan Tuhan. Mengecap artinya mencicipi, merasakan sedalam-dalamnya,
benar-benar meresapi, menikmati. Sama seperti ketika kita mencicipi sepotong
kue tart atau mengecap madu asli, yang tentunya manisnya akan terasa dilidah
kita dan akan segera meresap dalam pikiran dan perasaan kita. Melihat artinya
benar-benar menyaksikan dengan jelas. tentunya yang dimaksudkan bukan melihat
secara mata jasmani tetapi melihat dengan mata rohani atau mata iman.
Sepertinya Sangat tidak masuk akal kita bahwa Daud bisa mengalami kedua hal ini
disaat harus mengalami penderitaan hebat sebagai seorang buronan yang harus
dikejar-kejar, tapi ironisnya Daud benar-benar mengalaminya, itulah sebabnya
dia mendorong kita untuk mengalaminya juga dalam kehidupan kita yang sarat
dengan pergumulan dan penderitaan hidup.
Dengan mengerti akan hal ini, maka pasti kita akan dibuat penasaran
dengan bertanya sebenarnya apa rahasianya Daud sehingga ditengah badai
kehidupannyapun justru bisa merasakan dan melihat kebaikan Tuhan atau dengan
kata lain melihat Tuhan..?? bagaimana Daud melakukan hal ini. Sebab pada
kenyataan dalam kehidupan sehari-hari dalam pergumulan dan kesulitan hidup
justru membuat kita sebagai orang percaya bukannya melihat Tuhan justru,
berpaling dari pada Tuhan kepada hal-hal lain. Bukanya mengecap dan melihat
Tuhan ditengah badai tapi justru, kita sering mempersalahkan Tuhan, kecewa
dengan Tuhan, mempersalahkan orang-orang yang disekitar kita, menjauh dari
Tuhan. Apa sebanarnnya yang dilakukakan Daud sehingga dia mampu melewati masa
padang gurun ini dengan berkemenangan.
Segera kita akan dibuat mengerti dalam Mazmur 34 ini bahwa
ada tiga hal yang dilakukan oleh Daud yaitu:
-
Daud berketatapan untuk memuji Tuhan
pada segala waktu
“Aku hendak memuji
Tuhan pada segala waktu, puji-pujian kepada-Nya tetap dalam mulutku” (Mazmur
34:1).
Ada hal yang menarik
dari pernyataan ini bahwa Daud mau memuji Tuhan bukan hanya pada saat hidup
berjalan sesuai dengan apa yang kita pikirkan, berkelimpahan, berkat, cita-cita
tercapai, tetapi juga pada saat hidup ini tidak berjalan sesuai dengan yang
kita pikirkan, yang terkadang menimbulkan rasa stress, pada saat kita dalam
penderitaan, pergumulan, kegagalan, untuk segala waktu. Berbeda dengan
kebanyakan orang percaya zaman sekarang ini, hanya mau memuji Tuhan pada saat
perasaan ini enak, tidak lagi galau, terganggu dengan tekanan, masalah. Lebih
bergantung kepada perasaan, tunggu perasaan enak dulu baru memuji Tuhan. Daud
pasti sangat mengerti bahwa memuji Tuhan bukan tergantung pada perasaan enak
atau tidak enaknya. Tapi memuji Tuhan oleh karena siapanya Dia. Itulah Dia
berkata untuk segala waktu, kondisi dan keadaan, baik dalam keadaan buruk
maupun baik, lagi ada masalah atau tidak ada masalah harus tetap memuji Tuhan,
karena Dia layak dipuji sebagai Tuhan yang berkuasa berdaulat penuh atas hidup
kita.
Bukan hanya itu, Daud pasti sangat mengerti bahwa ada kuasa
dalam puji-pujian. Dalam ayat lain dari kita mazmur Daud berkata “ Tetapi
Engkau yang kudus, bertakhta dalam puji-pujian orang Israel”. Pujian mendatangkan
hadirat Allah, pujian dan penyembahan adalah kunci dalam memasuki hadirat
Allah. Dalam hadirat Allah ada kuasa, urapan, ada kemuliaan, kedamaian,
sukacita. Ada beragam kisah dalam Alkitab bagaimana bangsa Israel mengalami
kemenangan dalam perang hanya karena pujian, bagaimana Silasa dan paulus lepas
dari penjara hanya karena mereka memuji Tuhan. Dalam keadaan tertekan oleh
karena berbagai pergumulan hidup hendaklah kita mencontoh Daud, secepatnya
mengambil keputusan untuk memuji Tuhan, walau mungkin tidak ada perasaan enak
pada saat itu, tetapi trus saja memuji Tuhan, sebab nantinya rasa enaknya
(tenang, damai, sukacita) akan menyusul setelah masuk dalam hadirat Tuhan.
-
Mencari Tuhan Dengan Segenap Hati
“Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia
menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” Mazmur 34:5
Daud pasti sangat mengerti bahwa Tuhan adalah solusi atas
segala persoalan hidup. Untuk itu dalam keadaan tertekan oleh berbagai macam
persoalan hidup yang harus dicari dengan segenap hati adalah Tuhan. Dan Tuhan
hanya bisa ditemukan kalau kita mencari dan bila kamu mencari aku, “kamu akan
menemukan Aku, apa bila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati” (Yeremia
29:13), Ulangan 4:29 “Dan baru di sana engkau mencari TUHAN, Allahmu,
dan menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu. menanyakan Dia
dengan segenap hati”.
Apa artinya segenap hati disni…?? Segenap hati artinya ada
kesungguh-sungguhan, ada tekad bulat, komitmen untuk menemukan Tuhan berapapun
harga yang mungkin harus dibayar. Perlu konsentrasi penuh, bukan sambil lalu,
coba-coba, spekulasi. Butuh waktu dan
kesabaran untuk menantikan Tuhan, sampai ketemu dan upahnya adalah memperoleh
kekuatan baru, disegarkan, dipulihkan (Yesaya 40:31). Perlu berdiam diri dalam
hadirat Allah sehingga kita dapat mengetahui, mengenal dan menemukanNya. Inilah
harga yang harus dibayar untuk bisa menemukan Tuhan (Mazmur 46:11).
Banyak orang yang rindu dan mau ketemu Tuhan dalam
hadirat-Nya tapi hanya sedikit orang yang mau mencariNya dengan segenap hati
dan jiwa, mencari dengan penuh kesungguhan, komitmen, bertekad, memberikan
waktu, bersabar, berdiam diri. Kita terlalu banyak disibukkan dengan perkara
lain yang mencuri perhatian kita untuk
mencari Tuhan. Dan Iblis sangat tahu hal ini bahwa menemukan Tuhan dalam
hadiratNya adalah kunci dari kekalahan besar baginya, sebab dalam hadirat Tuhan
Iblis tak akan mampu beroperasi dengan bebas, segala tipu dayanya tidak akan
mempan.
Itulah sebab Iblis mencegah banyak orang Kristen untuk tidak
sungguh-sungguh mencari Tuhan dengan segenap hati. Dia membiarkan banyak orang
Kristen rajin kegereja, baca Alkitab, berdoa, tapi masih tetap dalam
belenggunnya. Ketakutan, kehwatiran, kebimbangan, cemas dan lain sebagainya.
dia akan mencegah jangan sampai mencari Tuhan dengan sungguh dengan segenap
hati dan jiwa dan akhirnya menemukannya dalam hadirtNya. itu berbahaya baginya.
Sebab dalam hadirta-Nya tidak ada kegentaran, ketakutan, kecemasan,
kekhwatiran, yang ada hanyalah ketenangan dan kedamaian kendati ditengah badai.
-
Mata rohani tetap fokus kepada Tuhan
“Tunjukanlah
pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri dan tidak akan malu
tersipu-sipu” Mazmur 34:6
Daud sangat mengerti bahwa tidak hanya cukup mencari memuji
Tuhan, mencari Tuhan dan menemukanya
dalam hadirt-Nya pada masa kesusahan hebat, pada masa padang gurun, tetapi juga
tetapi tinggal dalam hadirta-Nya. Mata rohani dalam harus tetap focus kepada
Tuhan, berusaha tinggal tetap dalam
hadirat Tuhan, hati harus melekat dengan hati Tuhan setiap saat. Begitu mudah
dan cepatnya kita bisa beralih dari hadirta-Nya saat kita sudah menemukannya.
Begitu cepat dan mudahnya kita meninggalkan tahta kasih karuni Tuhan. Dunia dan
dengan segala kemilauan, kemewahan, kegemilangan, tawaran yang menarik, daging
kita dengan segala keinginannya menarik kita dengan cepat untuk keluar dari
hadirat Tuhan, hati kita tidak melekat lagi dengan Tuhan. Itulah sebabnya untuk
teteap tinggal dalam hadirat Tuhan bukanlah hal yang mudah, mungkin kita bisa
menemukanNya dalam hadirat-Nya saat kita mencari Dia dengan segenap hati kita,
tapi bisakah kita tetap tinggal dalam hadirat-Nya, melekat dengan hati-Nya
setiap saat..?? perlu banyak latihan, dan usaha ekstra sehingga menjadi suatu
kebiasaan kita. Banyak orang Kristen yang gagal dalam area ini, cepat menemukan
hadirat-Nya tapi tidak sanggup untuk terus mempertahankan untuk tetap tinggal
dalam hadirat-Nya.
Hati yang tetap fokus kepada Tuhan, tinggal tetap dalam
hadirat-Nya akan membuat muka berseri-seri, karena damai dan sukacita Ilahi,
berkemenangan dan tidak akan dipermalukan. “Sungguh hatinya melekat kepada-Ku,
maka aku akan meluputkanya, aku akan membentenginya, sebab ia mengenal namaKu”
Mazmur 91:14. Saat hati kita melekat dengan Tuhan dan tinggal dalam
hadirat-Nya, pada saat yang sama kita dibentengi oleh Tuhan dari segala kuasa
Iblis yang berusaha menghancurkan hidup kita. Tapi pada saat kita keluar dari
hadirat-Nya, hati kita tidak melekat denngan Tuhan, pada saat yang sama benteng
perlindung kemuliaan Tuhan terangkat, dan kita berada dalam zona tidak aman,
kita dengan mudah kembali diserang dan dibelenggu oleh kuasa Iblis. Itulah yang
terjadi dengan Adam dan Hawa di taman Eden, saat mereka keluar dari
hadirtan-Nya maka pada saat yang sama kemuliaan Tuhan terangkat dari mereka,
dan memudahkan Iblis menguasai dan membelenggu kehidupan mereka.
Kiranya dalam keadaan apapun dan dalam kondisi seburuk apapun
kita belajar dari seorang Daud yang telah mengalami kuasa Tuhan di tengah
persolan hidup, melihat Tuhan ditengah badai yang sedang bergelora, menjadi
dorongan bagi kita untuk juga mau melihat Tuhan di tengah-tengah badai
kehidupan. Dengan menaikan pujian bagi Tuhan,sebab ada kuasa dalam kuasa dalam
pujian, mencari Tuhan dengan segenap hati sampai menemukannya dalam hadirat-Nya,
dan mata rohani kita tetap fokus kepada Tuhan, yang artinya tetap tinggal dalam
hadirat-Nya.
Amen !
Amen !