Selasa, 26 Februari 2013

MELIHAT TUHAN DI TENGAH BADAI


Oleh:Hadiran Halawa
 
“Kecaplah dan lihatlah betapa baiknya TUHAN itu ! Berbahagialah orang yang berlindung padaNya” Mazmur 34:9

Kalimat dari pernyataan ini bukanlah sebuah slogan kosong atau hanya sekedar omongan isapan jempol Daud belaka untuk mengenakan telinga dan menyenangkan serta membersarkan perasaan pembaca, tanpa sebuah sebuah fakta empiris. Ketika Ketika Daud berkata “Kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan itu, berbahagialah orang yang berlindung padaNya”, benar-benar Daud mengalaminya dalam kehidupan nyata setiap hari. Mungkin sejenak kita akan berkomentar dalam hati..”ah wajarlah kalau Daud berkata seperti itu, karena kehidupanya sebagai Raja Israel yang kaya Raya, berkelimpahan dalam segala hal, berada dalam zona nyaman, tidak seperti aku yang lagi dalam keadaan menderita, mengalami kesusahan, pergumulan berat yang seakan tak ada akhirnya”. Tapi tunggu dulu, pada saat Daud berkata seperti ini, bukanlah pada saat dia sudah memiliki segala kemewahan dan kenyamanan hidup sebagai raja, melainkan pada saat dia menjadi seorang buronan kerajaan Isrel pada masa pemerintahan Saul (1 Samuel 20 -22).

 Daud harus menjadi buronan kerajaan, melarikan diri keberbagai tempat, bersembunyi di gua-gua batu karena Saul sangat menginginkan nyawanya. Berawal dari sikap benci, iri hati Saul terhadapa Daud, karena ternyata dalam peperangan melawan bangsa filistin Daud tampil sebagai sesosok pahlawan yang konon masih terlalu muda, tidak pernah terpikirkan oleh banyak orang, tidak diperhitungkan sama sekali dalam kelayakan barisan prajurit. Daud berhasil mengalahakan bahkan membunuh pendekar saktinya bangsa filistin yang bernama Goliat. Perempuan Israel memperhitungkan Daud sebagai seorang pahlwan yang hebat, pendekar sakti, melebihi dari pada Saul sendiri, dengan mengatakan “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa”. Dari sinilah awal pemicu kebencian Saul terhadap Daud, iri melihat meliahat dan mendengar Daud lebih diperhitungkan dari pada dirinnya sendiri, yang adalah seorang raja dan juga pendekar hebat dari bangsa Israel. Sehingga pada akhirnya Saul mengaktualkan kebencian itu dalam aksi nyatanya dengan berusaha memburu Daud kemana-mana untuk dibunuh. 

Daud harus melarikan diri dari Saul sampai di kota Gat yang pada saat itu Akhis sebagai seorang raja. Daud harus berpura-pura jadi gila di depan Akhis karena takut dibunuh. Pada masa sukar dan sulit yang sedemikian hebat inilah Daud berkata “Kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan itu, berbahagialah orang yang berlindung padanya”. Ditengah-tengah kesukaran, penderitaan, badai kehidupan yang sedang mengancam hidupnnya Daud masih bisa berkata kecap dan lihatlah betapa baiknya Tuhan itu. Kalau kita berpikir secara logis, sebenarnya Daud tak seharusnya dia berkata “kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan itu”, bagaimana mungkin ia bisa merasakan dan bahkan melihat Tuhan di tengah badai  hidup yang begitu rumit dan sukar..??, berada dalam situasi yang sangat sulit dan tidak mengenakan, posisinya antara hidup dan mati, sbab kapan saja Saul mendapatkannya pasti dibunuh. Sebagai seorang buronan, yang melarikan diri kesanan-sana, tentu saja hidupnya tidak tenang, selalu was-was, selalu berpindah-pindah tempat, bersembunyi di gua-gua batu untuk menghindar dari incaran Saul, mungkin sering tidak makan, tidak bisa tidur dan lain sebagainya. Bukan hanya jasmaninya yang capek tentunnya juga berpengaruh kepada psikisnya, mengalami stress, takut, khwatir. 

Daud bisa saja kecewa dengan Tuhan,  karena barusan saja dia melihat dan menyaksikan kuasa Tuhan dalam dirinya dengan membunuh pendekar raksasanya bangsa filistin. Daud  sedang berada “diatas gunung” dengan mengalami kemenangan yang gilang gemilang atas bangsa filistin setiap kali mereka pergi berperang, dikasihi oleh seluruh bangsa Israel, tinggal di Istana, menikah dengan anak seorang raja. Dan sekarang harus menerima kenyataan bahwa dirinya berada dalam “lembah kelam”, sebagai buronan kerajaan yang harus dikejar-kejar, diburu, dimata-matai setiap waktu oleh kaki tangannya raja Saul untuk dibunuh pada setiap setiap kesempatan. Tetapi faktanya berbicara bahwa Daud tidak kecewa sama sekali dengan Tuhan, justru sebaliknya melihat Tuhan ditengah badai kehidupan yang sedang dialaminya, dengan mengatakan “kecaplah dan lihatlah betapa baiknya Tuhan itu”.

Ada dua hal penting disini yaitu “mengecap” dan “melihat” kebaikan Tuhan. Mengecap artinya mencicipi, merasakan sedalam-dalamnya, benar-benar meresapi, menikmati. Sama seperti ketika kita mencicipi sepotong kue tart atau mengecap madu asli, yang tentunya manisnya akan terasa dilidah kita dan akan segera meresap dalam pikiran dan perasaan kita. Melihat artinya benar-benar menyaksikan dengan jelas. tentunya yang dimaksudkan bukan melihat secara mata jasmani tetapi melihat dengan mata rohani atau mata iman. Sepertinya Sangat tidak masuk akal kita bahwa Daud bisa mengalami kedua hal ini disaat harus mengalami penderitaan hebat sebagai seorang buronan yang harus dikejar-kejar, tapi ironisnya Daud benar-benar mengalaminya, itulah sebabnya dia mendorong kita untuk mengalaminya juga dalam kehidupan kita yang sarat dengan pergumulan dan penderitaan hidup.

Dengan mengerti akan  hal ini, maka pasti kita akan dibuat penasaran dengan bertanya sebenarnya apa rahasianya Daud sehingga ditengah badai kehidupannyapun justru bisa merasakan dan melihat kebaikan Tuhan atau dengan kata lain melihat Tuhan..?? bagaimana Daud melakukan hal ini. Sebab pada kenyataan dalam kehidupan sehari-hari dalam pergumulan dan kesulitan hidup justru membuat kita sebagai orang percaya bukannya melihat Tuhan justru, berpaling dari pada Tuhan kepada hal-hal lain. Bukanya mengecap dan melihat Tuhan ditengah badai tapi justru, kita sering mempersalahkan Tuhan, kecewa dengan Tuhan, mempersalahkan orang-orang yang disekitar kita, menjauh dari Tuhan. Apa sebanarnnya yang dilakukakan Daud sehingga dia mampu melewati masa padang gurun ini dengan berkemenangan.

Segera kita akan dibuat mengerti dalam Mazmur 34 ini bahwa ada tiga hal yang dilakukan oleh Daud yaitu:

-          Daud berketatapan untuk memuji Tuhan pada segala waktu 

“Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu, puji-pujian kepada-Nya tetap dalam mulutku” (Mazmur 34:1).

 Ada hal yang menarik dari pernyataan ini bahwa Daud mau memuji Tuhan bukan hanya pada saat hidup berjalan sesuai dengan apa yang kita pikirkan, berkelimpahan, berkat, cita-cita tercapai, tetapi juga pada saat hidup ini tidak berjalan sesuai dengan yang kita pikirkan, yang terkadang menimbulkan rasa stress, pada saat kita dalam penderitaan, pergumulan, kegagalan, untuk segala waktu. Berbeda dengan kebanyakan orang percaya zaman sekarang ini, hanya mau memuji Tuhan pada saat perasaan ini enak, tidak lagi galau, terganggu dengan tekanan, masalah. Lebih bergantung kepada perasaan, tunggu perasaan enak dulu baru memuji Tuhan. Daud pasti sangat mengerti bahwa memuji Tuhan bukan tergantung pada perasaan enak atau tidak enaknya. Tapi memuji Tuhan oleh karena siapanya Dia. Itulah Dia berkata untuk segala waktu, kondisi dan keadaan, baik dalam keadaan buruk maupun baik, lagi ada masalah atau tidak ada masalah harus tetap memuji Tuhan, karena Dia layak dipuji sebagai Tuhan yang berkuasa berdaulat penuh atas hidup kita.

Bukan hanya itu, Daud pasti sangat mengerti bahwa ada kuasa dalam puji-pujian. Dalam ayat lain dari kita mazmur Daud berkata “ Tetapi Engkau yang kudus, bertakhta dalam puji-pujian orang Israel”. Pujian mendatangkan hadirat Allah, pujian dan penyembahan adalah kunci dalam memasuki hadirat Allah. Dalam hadirat Allah ada kuasa, urapan, ada kemuliaan, kedamaian, sukacita. Ada beragam kisah dalam Alkitab bagaimana bangsa Israel mengalami kemenangan dalam perang hanya karena pujian, bagaimana Silasa dan paulus lepas dari penjara hanya karena mereka memuji Tuhan. Dalam keadaan tertekan oleh karena berbagai pergumulan hidup hendaklah kita mencontoh Daud, secepatnya mengambil keputusan untuk memuji Tuhan, walau mungkin tidak ada perasaan enak pada saat itu, tetapi trus saja memuji Tuhan, sebab nantinya rasa enaknya (tenang, damai, sukacita) akan menyusul setelah masuk dalam hadirat Tuhan. 

-          Mencari Tuhan Dengan Segenap Hati

Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” Mazmur 34:5

Daud pasti sangat mengerti bahwa Tuhan adalah solusi atas segala persoalan hidup. Untuk itu dalam keadaan tertekan oleh berbagai macam persoalan hidup yang harus dicari dengan segenap hati adalah Tuhan. Dan Tuhan hanya bisa ditemukan kalau kita mencari dan bila kamu mencari aku, “kamu akan menemukan Aku, apa bila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati” (Yeremia 29:13), Ulangan 4:29 “Dan baru di sana engkau mencari TUHAN, Allahmu, dan menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. menanyakan Dia dengan segenap hati”. 

Apa artinya segenap hati disni…?? Segenap hati artinya ada kesungguh-sungguhan, ada tekad bulat, komitmen untuk menemukan Tuhan berapapun harga yang mungkin harus dibayar. Perlu konsentrasi penuh, bukan sambil lalu, coba-coba, spekulasi. Butuh waktu  dan kesabaran untuk menantikan Tuhan, sampai ketemu dan upahnya adalah memperoleh kekuatan baru, disegarkan, dipulihkan (Yesaya 40:31). Perlu berdiam diri dalam hadirat Allah sehingga kita dapat mengetahui, mengenal dan menemukanNya. Inilah harga yang harus dibayar untuk bisa menemukan Tuhan (Mazmur 46:11).
Banyak orang yang rindu dan mau ketemu Tuhan dalam hadirat-Nya tapi hanya sedikit orang yang mau mencariNya dengan segenap hati dan jiwa, mencari dengan penuh kesungguhan, komitmen, bertekad, memberikan waktu, bersabar, berdiam diri. Kita terlalu banyak disibukkan dengan perkara lain yang mencuri  perhatian kita untuk mencari Tuhan. Dan Iblis sangat tahu hal ini bahwa menemukan Tuhan dalam hadiratNya adalah kunci dari kekalahan besar baginya, sebab dalam hadirat Tuhan Iblis tak akan mampu beroperasi dengan bebas, segala tipu dayanya tidak akan mempan. 

Itulah sebab Iblis mencegah banyak orang Kristen untuk tidak sungguh-sungguh mencari Tuhan dengan segenap hati. Dia membiarkan banyak orang Kristen rajin kegereja, baca Alkitab, berdoa, tapi masih tetap dalam belenggunnya. Ketakutan, kehwatiran, kebimbangan, cemas dan lain sebagainya. dia akan mencegah jangan sampai mencari Tuhan dengan sungguh dengan segenap hati dan jiwa dan akhirnya menemukannya dalam hadirtNya. itu berbahaya baginya. Sebab dalam hadirta-Nya tidak ada kegentaran, ketakutan, kecemasan, kekhwatiran, yang ada hanyalah ketenangan dan kedamaian kendati ditengah badai.

-          Mata rohani tetap fokus kepada Tuhan

“Tunjukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri dan tidak akan malu tersipu-sipu” Mazmur 34:6

Daud sangat mengerti bahwa tidak hanya cukup mencari memuji Tuhan, mencari Tuhan  dan menemukanya dalam hadirt-Nya pada masa kesusahan hebat, pada masa padang gurun, tetapi juga tetapi tinggal dalam hadirta-Nya. Mata rohani dalam harus tetap focus kepada Tuhan, berusaha tinggal  tetap dalam hadirat Tuhan, hati harus melekat dengan hati Tuhan setiap saat. Begitu mudah dan cepatnya kita bisa beralih dari hadirta-Nya saat kita sudah menemukannya. Begitu cepat dan mudahnya kita meninggalkan tahta kasih karuni Tuhan. Dunia dan dengan segala kemilauan, kemewahan, kegemilangan, tawaran yang menarik, daging kita dengan segala keinginannya menarik kita dengan cepat untuk keluar dari hadirat Tuhan, hati kita tidak melekat lagi dengan Tuhan. Itulah sebabnya untuk teteap tinggal dalam hadirat Tuhan bukanlah hal yang mudah, mungkin kita bisa menemukanNya dalam hadirat-Nya saat kita mencari Dia dengan segenap hati kita, tapi bisakah kita tetap tinggal dalam hadirat-Nya, melekat dengan hati-Nya setiap saat..?? perlu banyak latihan, dan usaha ekstra sehingga menjadi suatu kebiasaan kita. Banyak orang Kristen yang gagal dalam area ini, cepat menemukan hadirat-Nya tapi tidak sanggup untuk terus mempertahankan untuk tetap tinggal dalam hadirat-Nya.

Hati yang tetap fokus kepada Tuhan, tinggal tetap dalam hadirat-Nya akan membuat muka berseri-seri, karena damai dan sukacita Ilahi, berkemenangan dan tidak akan dipermalukan. “Sungguh hatinya melekat kepada-Ku, maka aku akan meluputkanya, aku akan membentenginya, sebab ia mengenal namaKu” Mazmur 91:14. Saat hati kita melekat dengan Tuhan dan tinggal dalam hadirat-Nya, pada saat yang sama kita dibentengi oleh Tuhan dari segala kuasa Iblis yang berusaha menghancurkan hidup kita. Tapi pada saat kita keluar dari hadirat-Nya, hati kita tidak melekat denngan Tuhan, pada saat yang sama benteng perlindung kemuliaan Tuhan terangkat, dan kita berada dalam zona tidak aman, kita dengan mudah kembali diserang dan dibelenggu oleh kuasa Iblis. Itulah yang terjadi dengan Adam dan Hawa di taman Eden, saat mereka keluar dari hadirtan-Nya maka pada saat yang sama kemuliaan Tuhan terangkat dari mereka, dan memudahkan Iblis menguasai dan membelenggu kehidupan mereka.

Kiranya dalam keadaan apapun dan dalam kondisi seburuk apapun kita belajar dari seorang Daud yang telah mengalami kuasa Tuhan di tengah persolan hidup, melihat Tuhan ditengah badai yang sedang bergelora, menjadi dorongan bagi kita untuk juga mau melihat Tuhan di tengah-tengah badai kehidupan. Dengan menaikan pujian bagi Tuhan,sebab ada kuasa dalam kuasa dalam pujian, mencari Tuhan dengan segenap hati sampai menemukannya dalam hadirat-Nya, dan mata rohani kita tetap fokus kepada Tuhan, yang artinya tetap tinggal dalam hadirat-Nya.
Amen !

Kamis, 24 Januari 2013

DOSA MEMBAWA MAUT


Oleh: Hadiran Halawa, S.Th
 
Kejadian 3:7-24

Manusia pertama sebelum jatuh kedalam dosa, hidup dengan dilingkupi oleh kemuliaan Allah oleh karena manusia diciptakan menurut Citra atau gambar Allah (kejadian 1:26), jadi manusia seutuhnya adalah gambar dari Allah sendiri. “Pengertian gambar Allah di dalam pengertian yang lebih luas atau struktural adalah seluruh karunia dan kapasitas yang memampukan manusia untuk berfungsi sebagai mana mestinya.”[1]  

Anthony A. Hoekema memilah aspek gambar Allah dalam dua bagian yaitu gambar Allah dalam aspek struktur (Berbagai karunia, kapasitas dan kemampuan alamiah) dan gambar Allah dalam aspek fungsional.[2] yang memungkinkan Adam dan Hawa hidup dalam suatu relasi  keharmonisan yang indah dalam tiga rangkap yaitu dengan Allah, sesama manusia, Alam. Karena adam memiliki potensi, karunia, kapasitas, kemampuan sebagai refleksi dari gambar pribadi Allah. Memang manusia diciptakan hanya dari debu tanah yang tidak ada harganya, tetapi yang membuat kemudian manusia punya memiliki nilai yang lebih dari segala mahkluk ciptan adalah karena citra Allah yang  juga sebagai bagiandari kemuliaan Allah melekat dalam diri manusia. 

Potensi Yang Dimiliki Oleh Manusia

Ada banyak potensi yang diberikan Allah kepada manusia sebagai cermin akan diri-Nya, diberikan dengan tujuan untuk melayani Allah dan hanya  kemulian  Allah semata.  Seperti:
Potensi Rohani:"Allah menciptakan manusia dengan memiliki unsur roh sehingga manusia disebut sebagai makhluk rohani. Kejadiran 2:7 mencatat, "ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kej 2:7). Nafas hidup boleh juga diterjemahkan dengan roh. Allah adalah Roh dan manusia diciptakan dengan memiliki unsur roh. Itu berarti manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Roh manusia juga merupakan sarana untuk dapat menyembah Tuhan dengan benar. Yohanes mencatat, Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (Yoh 4:24).

Potensi Moral: Potensi moral manusia diberikan oleh Allah. Semula, manusia diciptakan sebagai makhluk yang bermoral supaya manusia dapat memancarkan kesucian Allah. Allah memberikan potensi moral sebagai suatu hak, suatu esensi dalam hakikat sebagai manusia. Moralitas manusia sangat dibutuhkan dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan sesama, dan juga dalam hubungannya dengan alam semesta. Dalam hubungan dengan diri sendiri, moralitas yang memancarkan kesucian Allah akan membuat ia sangat menghargai diri dan tidak menggunakan dirinya untuk maksud-maksud yang jahat dan tidak terpuji. Ia pun akan menempatkan diri secara benar ketika beribadah kepada Allah. Juga dalam relasinya dengan sesama ia tidak akan menempatkan diri di atas dan memandang rendah sesamanya, dan juga tidak menempatkan diri di bawah sehingga menghina dirinya sebagai ciptaan Allah yang mulia.\

Potensi Rasio: Allah itu berpikir dan merencanakan. Itu sebabnya ketika manusia diciptakan-Nya sesuai gambar dan rupa-Nya, manusia juga diberikan potensi rasio yang memungkinkan untuk berpikir, menghitung, merencanakan, menganalisis, berimajinasi, dan lain sebagainya, yang dalah pekerjaan logika. Karena memiliki rasio, manusia dapat terbang sampai ke bulan, dapat membangun gedung pencakar langit, teknologi informasi yang sedemikian canggih dan sebagainya. Namun, tidak dapat disangkali bahwa dampak dari kemajuan yang telah dihasilkan oleh rasio manusia juga adalah degradasi moral. Manusia semakin sombong, yang membawanya semakin tidak mampu mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama.

Potensi Berkuasa: Allah adalah Tuhan, yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan "Lord", istilah yang juga digunakan untuk orang-orang yang dianggap memiliki kekuasaan tertentu. Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menciptakan manusia yang bersifat ketuanan (the Mastership). Oleh karena itu, manusia ditetapkan Allah untuk menjadi "tuan" atas ciptaan yang lain. Alkitab mencatat, "Allah memberkati mereka: ... penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kej 1:28). Otoritas manusia sebagai tuan atas seluruh bumi diberikan oleh Allah pencipta, supaya manusia menunjuk kepada kemahakuasaan dan kedaulatan Allah. Manusia bukanlah tuan atas segala tuan, sebagai tuan, manusia tetap harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada tuan atas segala tuan, yaitu Allah Sang Pencipta.

Potensi Kreatifitas: Manusia diciptakan oleh Allah yang menganugerahkan daya cipta kepadanya. Penggunaan daya cipta tersebut ditujukan untuk menyatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan daya cipta seperti Allah. Sebab dengan daya cipta-Nya, Allah merencanakan da menciptakan segala sesuatu dengan kreativitas yang tinggi. Kreativitas manusia diperlukan dalam upayanya untuk melaksanakan tugas Allah, tugas untuk membangun dan memelihara bumi (Kej 1:28; 2:15). Bumi yang semula diciptakan Allah memerlukan daya kreativitas yang tinggi dari Adam dan Hawa dalam pengelolaannya. Allah Pencipta telah menyediakan sarana dan prasarana, dan manusia tinggal menggunakan daya kreativitas yang sudah diberikan Tuhan kepadanya”[3]

Ketika manusia jatuh dalam dosa tidaklah terjadi kerusakan total atau kehilangan sama sekali gambar Allah dalam diri manusia, seluruh potensi yang telah telah dikaruniakan Tuhan kepada manusia tidaklah hilang atau rusak total seperti pandangan beberapa para teolog. Anthony A. Hoekema mengatakan bahwa “Kita harusnya mengatakan bahwa gambar Allah telah diselewengkan atau terdistorsi oleh kejatuhan, tetapi gambar itu masih ada. Yang membuat dosa begitu serius adalah karena manusia memakai kekuatan-kekuatan yang Allah berikan untuk mencritarakan Dia, Justru untuk melakukan hal-hal yang mencemooh penciptanya.”[4]
 
Gambar Allah dalam diri manusia masih tetap ada, tetapi telah mengalami kerusakan, tidak lagi berfungsi sebagai mana yang seharusnya, inilah yang disebut dengan dosa, dalam bahasa Yunani ‘hamartia’ artinya meleset dari sasaran/tidak mengena sasaran. Semua hal yang dikerjakan manusia tidak mendatangkan kebenaran dihadapan Allah, bertolak belakang dengan kehendak Allah oleh karena dosa sudah berkuasa  atas manusia. Moral manusia jadi rusak tidak lagi mencapai standart moral Allah sebagaimana dulu manusia hidup di taman Eden.

Dampak Kejatuhan Manusia Dalam Dosa
  • Manusia Kehilangan Kemuliaan Allah
Dampak kejatuhan  manusia pertama yang telah kehilangan kemuliaan, gambar Allah rusak dalam dirinya oleh karena dosa telah mengusainya, begitu nyatanya kelihatan pada saat itu juga. Setelah Adam dan Hawa memakan buah pohon pengetahuan, maka terbukalah mata mereka dan mereka tahun bahwa mereka telanjang. Yang jadi pertanyaannya adalah kenapa, sebelum jatuh dalam dosa mereka tidaki tahu kalau mereka telanjang?, jawabannya adalah sebab mereka diselimuti oleh kemuliaan Allah, oleh karena hidup dalam kekudusan sebagaimana Allah kudus adanya. Pada saat mereka melakukan dosa maka pada saat itu juga mereka kehilangan kemuliaan Allah. 

Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Roma 3:32 “Karena semua orang telah berbuat dosa  dan telah kehilangan kemuliaan Allah,. "...telah kehilangan kemuliaan Allah" Arti dari anak kalimat ini banyak didiskusikan oleh para penafsir. Rupanya maksud Paulus di sini adalah bahwa manusia, sebagai gambar Allah, dimaksudkan untuk bersekutu dengan Allah sehingga dia boleh mengambil bagian dalam kemuliaan Allah, tetapi karena dosa, maka sekarang manusia tidak boleh mengambil bagian dalam kemuliaan Allah. Demikianlah keadaan manusia. Tidak ada harapan bagi dia. Dia telah berbuat dosa dan dia jauh dari kemuliaan Allah.[5]
 
Ada hubungan yang sangat erat antara jatuhnya manusia dalam dosa (tidak hidup kekudusan ) dan hilangnya atau menjauh dari kemuliaan Allah. Kekudusan manusia melahirkan kemuliaan Allah atau mengambil bagian dalam kemuliaan Allah. Kata kemuliaan  dalam Alkitab memiliki arti “bobot/Kualitas” Dalam bahasa Yunani memakai kata “Doxa dan Ibrani memakai kata “kabod”.  Kemuliaan Allah Tentunnya ini berbicara tentang, nilai dan kualitas  kekayaan, kemegahan, kehormatan, kewibaaan, keagaungan, semarak Allah yang terbaik dan  sempurna dalam diri Allah.

Kemuliaan yang terbaik dan sempurna dari Tuhan, itu dihasilkan oleh karena kekudusannya yang sempurna. Ibarat emas murni, disebut sebagai logam mulia karena semua unsur yang tidak berguna dipisahkan darinya[6].  Jadi manusia pertama sebelum jatuh kedalam dosa, hidup dalam kekudusan sebagai akibatnya mengambil bagian dalam kemuliaan Allah ini. Tetapi ketika manusia jatuh dalam dosa, hidup dikuasai oleh dosa, tidak hidup dalam kekudusan maka akibatnya adalah Tidak lagi ada kemuliaan Allah di dalamnya. Sebab seluruh citra Allah yang berupa potensi Rohani, Moral, Rasio, berkuasa, kreatifitas, telah menjadi rusak dalam fungsi. Terjadi penyelewengan, bukan lagi untuk melayani Allah tetapi justru untuk melayani Dosa. 
  • Penyimpangan Citra Diri Manusia
Pada saat kejatuhan manusia dalam dosa terjadilah pemyimpangan ganda pada citra diri yaitu, sikap meninggikan citra diri yang berlebihan dan sikap merendahkan citra diri yang berlebihan.[7]

-Sikap meninggikan citra diri yang berlebihan ditandai dengan;

Manusia menjadi “allah” dirinya sendiri

Setelah mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat (kejadian 3:7). Dampak kejatuhan manusia dalam dosa berikutnya adalah manusia telah menjadi “allah bagi dirinya sendiri. Hal itu terbukti dengan mereka langsung menyemat daun pohon ara dan membuat cawat, yang mungkin mereka pikir itulah yang terbaik, tanpa harus bertanya kepada Tuhan. Manusia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, berjalan, berusaha, memutuskan sesuatu sesuai dengan pemikirannya sendiri yang telah dikuasai oleh dosa, yang pastinya akan selalu salah dan tidak pernah benar dalam pandangan Allah.Hal ini terbukti bahwa Allah tidak menghendaki mereka menyemat daun pohon ara untuk menutupi tubuhnya. Allah telah meggantikannya dengan kulit binatang. Dalam hal ini Jhon Wesley Brill mengatakan “Setelah Adam jatuh dalam dosa, maka manusia selalu berusaha untuk menyelamatkan dirinya sendiri, ia telah mencoba menenun bagi dirinya sendiri suatu jubah kebenaran. Tudung itu bukan tudung darah dan bukan tudung yang berasal dari Allah, dan bukan jalan keselamatan dari Allah. Pengharapan manusia hanya di dalam menerima tudung  kebenaran yang telah disediakan oleh Tuhan.”[8]
 
 Membenarkan Diri Sendiri

Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku,  dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Kejadian 3:12)

“Di sini kita melihat satu akibat dosa yang paling buruk, meskipun mereka berdosa dan bersalah, tetapi mereka mencoba membenarkan diri sendiri. Bilamana seseorang mencoba membenarkan dirinya sendiri, ia selalu menyalahkan orang lain. Adam telah menyalahkan Hawa, tetapi lebih daripada itu ia telah menyalahkan Allah juga dalam perkataannya, Perempuan yang Kautempatkan di sisiku” (kejadian 3:12). Seolah-seolah ia berkata “Itu salah Tuhan sendiri, yang telah memberikan perempuan itu kepadaku, sebab kalau Tuhan tidak memberikan perempuan itu, tentu pelanggaran itu tidak akan terjadi” Pada masa ini banyak orang berdosa yang juga mencoba menyalahkan Allah.”[9]
Dalam usaha membenarkan dirinya, manusia dari generasi-kegenerasi telah seringkali menyalahkan Allah dalam setiap kondisi buruk yang menimpa mereka.

 Manusia melemparkan tanggung jawab kepada penciptanya,yang seharusnya menjadi  tanggung jawab Pribadinya sendiri. Cerita sejarah dalam Alkitab tentang bangasa Israel yang hidup dalam persungut-sungutan kepada Tuhan dipadang gurun selam 40 tahun. Mereka selalu menyalahkan Tuhan dengan membawa mereka keluar dari tanah mesir, kepadang gurun. Bahkan sadar atau tidak sadar sikap seperti ini, kerap kali kita alami dalam kehidupan ini setiap hari, ketika persoalan, penderitaan, kesusahan datang menghadang jalan hidup kita, maka kita cenderung mengeluh, berbantah-bantah, bahkan menggerutu dalam hati yang secara tidak langsung kita menyalahkan Tuhan, dengan berkata “kenapa Tuhan Izinkan masalah ini datang dalam hidupku..?”. Sama seperti Adam yang mau berkata “Kenapa Tuhan Izinkan Hawa ada disisiku..?". Manusia tidak mau menerima tanggung jawab untuk menerima kenyataan bahwa dirinya salah.

Menyalahkan Orang Lain
"Perempuan yang Kautempatkan di sisiku,  dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan. Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan."Kejadian 3:12-13)

“Adam telah menyalahkan Hawa dari sebab dosanya sendiri, dan Hawa telah menyalahkan si ular (Iblis) dari sebab dosanya sendiri.”[10]  Sudah menjadi sifat jelek setiap manusia, lebih cenderung menyalahkan orang lain dari pada menyalahkan diri sendiri. Lebih mudah mengatakan “Dia yang salah” dari pada “Aku yang salah”. Sekali lagi sejak kejatuhan manusia dalam dosa, manusia tidak punya rasa tanggungg jawab lagi terhadap  apa yang sudah dia lakukan. Barangkali kita seringkali kita melihat, menyaksikan, bahkan mungkin kita alami sendiri praktek dari “lempar batu sembunyi tangan” ini. 

Kita mungkin sudah pernah mengalaminya, atau orang lain disekitar kita bagaiaman kita dipersalahakan karena melakukan sesuatu pelanggaran, padahal pada kenyataanya bukan kita yang melakukannya, tetapi orang lain menduh bahwa kita yang melakukannya. Demikian juga sebaliknya kita menuduh orang lain yang bersalah, atau orang lain yang jadi pemicu timbulnya permasalahan sehingga kita terlibat dalam masalh itu, pada hal pada kenyataannya kitalah sebenarnya dalangnya. Manusia sangat tidak mau dipersalahkan, selalu ingin benar dan menang sendiri, Ego sentries.

-Sikap merendahkan citra diri yang berlebihan ditandai dengan:

Manusia dalam penjara rasa malu

Adam dan hawa menjadi malu. Sebelum jatuh dalam dosa rasa malu sama sekali tidak mereka kenal, tetapi sesuatu yang lain terjadi, menusia menjadi malu, minder, dengan melihat kenyataan kekurangan dirinya. Bukan hanya malu karena telanjang tetapi, merasa malu dihadapan Tuhan karena dirinya sudah tidak seperti yang dulu lagi dalam keadaan yang sempurna belum tersentuh oleh dosa. Sekarang harus menanggung rasa malu karena banyak kekurangan dalam dirinya jauh dari kesempurnan. Rasa malu timbul biasanya karena ada hal yang kurang, yang tidak beres dari yang seharusnya. Gambar diri Allah dalam diri manusia yang dulunya sempurna tak ada cacat sekarang sudah rusak dalam fungsinya, terjadi penyimpangan. Sampai saat ini setiap manusia pasti memiliki rasa malu dalam dirinya walaupun kadarnya ada yang besar dan ada yang kecil, tergantung bagaimana gambar diri Allah yang rusak itu di pulihkan kembali, melalui Yesus Kristus.

Tidak sedikit orang orang yang terperangkap dalam “penjara” rasa malu, karena citra dirinya telah dirusak oleh dosa .Banyak orang merasa minder, rendah diri, sehingga tidak memaksimalkan hidupnya. Saya juga dahulu termasuk di dalamnya, terperangkap dalam “penjara” rasa malu, minder selama 18 tahun. Takut berdiri dan berbicara dihadapan publik. Merasa minder dengan teman-teman di sekolah. Sulit untuk bergaul, terlalu menutup diri. Sampai akhirnya saya dijamah Tuhan di akhir tahun 2003 dalam suatu persekutuan ibadah. Dan mengalami pertobatan yang sungguh, menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat.

Tuhan kemudian memulihkan Citra diri saya yang telah rusak oleh karena dosa asal yang melekat dalam diri ini. Saya dibebaskan Tuhan dari “penjara” rasa malu, minder, dengan tidak menaruh nilai diri saya kepada kekurangan dan kelebihan yang saya miliki, melainkan menaruh nilai diri dengan nilai yang sudah ditebus oleh dara Yesus Kristus dikayu salib, Harga diri saya sangat berharga, seharga darah Yesus yang telah tercurah dikayu salib, bahwa saya adalah anak Raja segala raja. Saya tidak lagi hidup dengan apa kata diri saya tentang diri saya sendiri dan juga tidak menurut apa kata orang, tetapi menuruti apa kata Firman Tuhan. 

Manusia dalam penjara rasa Takut

“Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?  " Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut,  karena aku telanjang” Kejadian 3:9-10.

Ketakutan dalam diri Adam ketika mendengar suara Tuhan bukan semata-mata hanya karena ia telanjang saja, tetapi sebenarnya oleh karena dia sudah melakukan dosa, telanggar perintah Tuhan, telah menyakiti hati Tuhan, ada yang salah sehingg merasa takut. Seharusnya ia berkata “aku takut karena aku telah  berdosa”, tetapi ia malah berkata “aku men jadi takut, karena aku telanjang.[11]” Sebab hakekat dari pada ketakutan adalah dosa. ketakutan dan kecemasan merupakan hasil dari dosa dan kesalahan kita. Jika kita melakukansuatu dosa akan timbul kecemasan dan ketakutan, hal ini dimungkinkan, karena Tuhan menginginkan perhatian kita. "Sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, ia tidak takut, ia dan Hawa bagaikan anak-anak yang selalu senang, mereka menemui Allah pada waktu kapan saja bila mereka mendengar suara-Nya. Tetapi kini sesuatu yang baru telah masuk ke dalam kehidupan manusia, yaitu ketakutan. Dosa telah membuat suatu rantai ketakutan yang sampai kini masih mengikat manusia." [12]

Ketakutan telah melekat dalam diri manusia sejak lahir. Manusia diperhadapkan dengan berbagai macam ragam ketakutan tiap-tiap harinya. Takit berpergian, takut sakit, takut ketinggian, takut mati takut, takut kecelakaan, takut ditolak, takut bertambah usia, takut tdak menikah, dan lain sebagainya ada "seribu satu" ketakutan  dalam diri manusia yang Iblis pakai untuk menawan dan mengendalikan hidup manusia dengan rasa takut. Ketakutan adalah suatu roh jahat yang dipakai Iblis untuk menyiksa manusia supaya terus hidup dalam ktakutan, itulah sebabnya Rasul Paulus berkata “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan,  melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” 1 Timotius 1:7. 

Seorang anak Tuhan yang sudah percaya Yesus, tidak boleh hidup lagi dalam “penjara” ketakutan tiap harinya. Jangan mau diperbudak oleh Iblis dengan menaruhkan rasa takut demi rasa takut terhadap berbagai hal dalam pemikiran kita. Sebab Tuhan telah memberikan kita roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Tidak ada yang perlu lagi kita takuti sebagai anak-anak Tuhan, kalau hidup kiita benar-benar tinggal dalam kekudusan tiap harinya. Ketakutan mucul ketika kita hidup dalam dosa, jauh dari persekutuan yang intim dengan Tuhan. Demikianlah dahulu nenek moyang kita mulai hidup dalam ketakutan oleh karena telah jatuh dalam dosa dan jauh dari persekutuan dengan Tuhan.

Manusia dalam penjara menyembunyikan pelanggaran

“Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan  dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah   manusia  dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman”. Kajadian 3:8

“Dengan bodoh Adam dan Hawa menyangka  bahwa Dapat menyembunyikan diri mereka dari mereka dari hadirat Allah. Keturunan mereka juga bodoh karena mereka pun mencoba menyembunyikan pelanggarannya, tidak mau menghadap Allah untuk mengakui dosa mereka dan mencari pengampunan.”[13] Sejak kejathuan manusia pertama dalam dosa maka sifat menyembunyikan pelanggaran telah melekat kuat dalam hati manusia. Bukan hanya orang-orang yang telah dewasa yang pandai menyembunyikan  pelanggaran, tetapi anak yang masih kecilpun bisa menyembnyikan pelanggaran dari hadapan orang tuanya. Manusia sangat sulit, dan bahkan tidak berani untuk mengakui pelanggaran yang sudah ia lakukan dihadapan Tuhan.Tidak mau menanggung resiko sebagai konsekuensi atas dosanya. Manusia tidak sanggup berdiri dihadapan Allah yang Kudus dan Mulia.

Manusia lebih memilih untuk menjauh dan bersembunyi dari hadirat Allah, menanggung rasa bersalah terus menerus, hidup dalam tekanan dosa, tidak memiliki damai sejahtera dan sukacita, bahkan memilih mati dari pada harus mengakui pelanggarannya dengan jujur dihadapan Tuhan. Itulah kebodohan manusia, Iblis membutakan pikiran manusia dengan tidak membiarkan mengakui setiap pelanggarannya. Sebab kalau manusia mengakui pelanggarannya maka akan memperoleh belas kasihan. Seperti kata salamo dalam amsal “Siapa menyembunyikan pelanggarannya  tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya  dan meninggalkannya akan disayangi (Amsal 28:13). Bahkan dosa pelanggaran kita diampuni oleh Tuhan kalau kita berani datang mengakui dengan segala kerendahan hati dan penuh penyeslana “Jika kita mengaku dosa kita  , maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa   kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan (1 Yohanes 1:9).
  • Kematian Rohani
“Allah mengusir manusia dari hadapan-Nya, dan Ia tidak membiarkan manusia yang berdosa ada dalam persekutuan dengan-Nya (Kej 3:24). Ini merupakan bagi manusia sebab pada dasarnya manusia diciptakan untuk berhubungan dengan penciptanya. Roh manusia yang diberikan oleh Allah mengalami keterpisahan dari Roh Allah yang hidup. Kematian ini juga menyebabkan manusia kehilangan kemuliaan Allah yang melekat kepadanya (Rom 3:23; Efe 2:1).
  • Kematian Jasmani
Semula Allah tidak menciptakan manusia untuk mati dan kembali menjadi tanah, tetapi dosa menyebabkan manusia pasti mengalami kematian dan menjadi tanah kembali. Alkitab mencatat, "Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah" (Kej 3:19). Kehilangan kemuliaan Allah menyebabkan kualitas tubuh manusia menurun drastis. Kematian jasmani merupakan konsekuensi dari keberdosaan manusia, seperti dikatakan oleh Paulus, "Sebab upah dosa ialah maut" (Rom 6:23.
  • Rusak Hubungan Dengan Sesama
Manusia adalah serigala bagi sesamanya. Ungkapan ini ada benarnya karena berdasarkan fakta manusia bisa saling merugikan dan saling mencelakakan di dalam upayanya mempertahankan hidup dan mengejar kesenangan hidup. Hubungan antar manusia tidak lagi harmonis sejak fakta kejatuhan dalam dosa. Manusia saling mempersalahkan (Kej 3:12-13). Peristiwa Kain membunuh Habel merupakan bukti selanjutnya. Sejak saat itu manusia selalu harus berhati-hati dalam berhubungan dengan sesamanya. Memang ada pepatah mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Pepatah ini hanya memiliki separuh kebenaran. Kebenaran yang melengkapinya adalah tak kenal, maka tak benci. Kalau mau jujur, orang-orang yang berselisih tajam, saling membenci, saling mengecewakan, bahkan saling membunuh, umumnya adalah orang-orang yang saling kenal, bahkan tidak jarang mereka mempunyai kedekatan secara emosional. Manusia menjadi makhluk yang tinggi egosentrisnya, dan itu sebabnya mengapa manusia menjadi sulit bersekutu dengan sesamanya. Keadaan ini sebenarnya bersumber dari rusaknya hubungan manusia dengan Allah sehingga manusia tidak tahu membedakan manakah kehendak Allah dan manakah yang bukan. Semuanya hanya menuruti hawa nafsunya sendiri.
  • Rusak Keharmonisan Antara Manusia Dengan Alama
Pada mulanya Allah menciptakan manusia dan seluruh alam semesta dalam keadaan yang harmonis dan sungguh amat baik. Alkitab mencatat, "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik" (Kej 1:31). Manusia membutuhkan alam untuk mengaktualisasikan dirinya dan alam membutuhkan manusia untuk memelihara dan menatanya. Manusia dan alam memiliki hubungan interdependensi yang kuat dan erat. Namun, dosa menyebabkan manusia tidak mampu memelihara dan mengusahakan alam, tetapi justru semena-mena karena keserakahannya. Teknologi yang dibuat manusia cenderung ditujukan untuk merusak alam sehingga dunia sekarang dihantui oleh krisis lingkungan hidup seperti bocornya ozon, banjir karena gundulnya hutan, efek rumah kaca, dan sebagainya yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, kesengsaraan bahkan kepunahan makhluk hidup, terkikisnya kekayaan, krisis air bersih, dan sebagainya.

Persoalan utama bukanlah karena alam pada dasarnya tidak baik, tetapi karena manusia yang menyebabkan alam tidak lagi harmonis dan seimbang. Bukankah tugas mengelola dan memelihara bumi ada pada pundak manusia (Kej 1:28; 2:15)? Krisis lingkungan diciptakan oleh manusia dan membawa ancaman bagi manusia sendiri. Bumi saat ini sedang diantar oleh manusia menuju kehancuran dan kemusnahan.
  •  Manusia Akrab Dengan Penderitaan Karena Dosa
Waktu manusia jatuh dalam dosa Allah berfirman, "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu, ... maka terkutuklah tanah karena engkau, dengan bersusah payah engkau akan mencari rejekimu, ... dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu sampai engkau kembali lagi menjadi tanah" (Kej 3:16-19). Karena keberdosaannya, manusia akan akrab dengan penderitaan fisik dan psikis seumur hidupnya. Saya tidak mengatakan bahwa sejak bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus manusia tidak lagi akan sakit dan menderita. Keputusan untuk mengikut Tuhan juga diiringi dengan penderitaan yang harus dipikul. Namun, penderitaan bersama Kristus justru mendatangkan kemuliaan surgawi, sementara penderitaan karena dosa akan mendatangkan kesengsaraan kekal. Pengertian penderitaan di sini adalah sejak manusia jatuh dalam dosa, Allah membiarkan manusia mengalami banyak penderitaan sehingga penderitaan menjadi akrab dengan manusia seumur hidupnya. Akibat dosa ialah hukuman dan penderitaan.
  • Hukuman Kekal
Dosa mendatangkan maut dan kebinasaan. Allah telah menyiapkan hukuman kekal sebagai tempat kekal manusia yang tidak kembali kepada-Nya, yaitu neraka. Di dalam neraka, manusia mengalami keterpisahan dari Allah. Tempat ini merupakan tempat yang mengerikan di mana manusia tidak akan pernah mati lagi secara fisik. Ia akan menderita karena ada api yang tak terpadamkan, ratap tangis dan kertakan gigi, ada kegelapan yang mengerikan serta ada ulat yang terus-menerus menggerogoti tubuh manusia berdosa. Jika manusia sudah masuk dalam neraka, ia tidak mungkin dapat keluar lagi, tidak mungkin ada kesempatan untuk bertobat.”[14]

Semua dampak dari kejatuhan manusia pertama dalam dosa telah melekat erat dalam setiap kehidupan manusia di dunia tanpa terkecuali. Semua jenis penderitaan dalam dunia ini, bencana, kelaparan, kecelakaan, kematian, sakit penyakit, kemiskinan, semuanya berakar dari dampak kejatuhan manusia dalam dosa. Jhon Wesley Brill mengatakan bahwa“Alkitab menerangkan kepada kita bahwa dosa telah kedalam manusia oleh sebab dosa Adam (Roma 5:12-19). Oleh sebab itu tiap-tiap manusia dilharikan dalam dosa dan mempunyai sifat dosa (Roma3:9-23;11:32; Galatia 3:22; Mazmur 14; 51:7; Yesaya 53:6)”[15]. Dosa telah membawa kerusakan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, merusak hubungannya dengan Allah, hubungannya dengan sesama manusia, dan hubungannya dengan Alam. Sudah tidak ada lagi keharmonisan dalam relasi tiga rangkap ini.

By: Hadiran Halawa, S.Th


Catatan: 
1.Hoekema Anthony, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (2010, Cetakan ketiga Momentum),halaman 91.
2.       Ibid, halaman 93
3.  Rey Hendra, Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan Yayasan Penerbit, Versi Elektronik (2002 Gandum Mas- Yayasan Lembaga SABDA (YLSA))
4.  A. Hoekema Anthony, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (2010, Cetakan ketiga Momentum),halaman 93.
5.      Hagelberg, Dave. Tafsiran Roma: dari bahasa Yunani.( Jakarta: Yayasan Kalam Hidup. 2004.)
6.       Bridges Jeryy, Mengejar Kekudusan, (2009, Cetakan ke-3, Navpress Indonesia, halaman 22. .
7.       Hoekema Anthony, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (2010, Cetakan ketiga Momentum),halaman 107.
8.       Ibid, halaman 186-187.
9.       Wesley Brill. J, Dasar Yang Teguh (Cetakan kelima, Bandung, Kalam Hidup), halaman 187.
10.   Ibid.
11.   Hoekema Anthony, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (2010, Cetakan ketiga Momentum),halaman 134.
12.   Apa yang dikatakan Alkitab tentang ketakutan,( Christian answer.net)  
13.   Wesley Brill. J, Dasar Yang Teguh (Cetakan kelima, Bandung, Kalam Hidup), halaman 187.
14.   Ibid.
15.  Rey Hendra, Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan Yayasan Penerbit, Versi Elektronik (2002 Gandum Mas- Yayasan Lembaga SABDA (YLSA))
16.   Wesley Brill. J, Dasar Yang Teguh (Cetakan kelima, Bandung, Kalam Hidup), halaman 189.