Oleh: Hadiran Halawa, S.Th
Kejadian
3:7-24
Manusia pertama sebelum jatuh kedalam dosa, hidup
dengan dilingkupi oleh kemuliaan Allah oleh karena manusia diciptakan menurut
Citra atau gambar Allah (kejadian 1:26), jadi manusia seutuhnya adalah gambar dari
Allah sendiri. “Pengertian gambar Allah di dalam pengertian yang lebih luas
atau struktural adalah seluruh karunia dan kapasitas yang memampukan manusia
untuk berfungsi sebagai mana mestinya.”[1]
Anthony A.
Hoekema memilah aspek gambar Allah dalam dua bagian yaitu gambar Allah dalam
aspek struktur (Berbagai karunia, kapasitas dan kemampuan alamiah) dan gambar
Allah dalam aspek fungsional.[2]
yang memungkinkan Adam dan Hawa hidup dalam suatu relasi keharmonisan yang indah dalam tiga rangkap
yaitu dengan Allah, sesama manusia, Alam. Karena adam memiliki potensi,
karunia, kapasitas, kemampuan sebagai refleksi dari gambar pribadi Allah. Memang
manusia diciptakan hanya dari debu tanah yang tidak ada harganya, tetapi yang
membuat kemudian manusia punya memiliki nilai yang lebih dari segala mahkluk
ciptan adalah karena citra Allah yang juga sebagai bagiandari kemuliaan Allah
melekat dalam diri manusia.
Potensi Yang
Dimiliki Oleh Manusia
Ada banyak potensi yang diberikan Allah kepada manusia
sebagai cermin akan diri-Nya, diberikan dengan tujuan untuk melayani Allah dan
hanya kemulian Allah semata.
Seperti:
Potensi Rohani:"Allah menciptakan manusia dengan memiliki unsur roh sehingga manusia disebut sebagai makhluk rohani. Kejadiran 2:7 mencatat, "ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kej 2:7). Nafas hidup boleh juga diterjemahkan dengan roh. Allah adalah Roh dan manusia diciptakan dengan memiliki unsur roh. Itu berarti manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Roh manusia juga merupakan sarana untuk dapat menyembah Tuhan dengan benar. Yohanes mencatat, Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (Yoh 4:24).
Potensi Rohani:"Allah menciptakan manusia dengan memiliki unsur roh sehingga manusia disebut sebagai makhluk rohani. Kejadiran 2:7 mencatat, "ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kej 2:7). Nafas hidup boleh juga diterjemahkan dengan roh. Allah adalah Roh dan manusia diciptakan dengan memiliki unsur roh. Itu berarti manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Roh manusia juga merupakan sarana untuk dapat menyembah Tuhan dengan benar. Yohanes mencatat, Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (Yoh 4:24).
Potensi
Moral: Potensi moral manusia
diberikan oleh Allah. Semula, manusia diciptakan sebagai makhluk yang bermoral
supaya manusia dapat memancarkan kesucian Allah. Allah memberikan potensi moral
sebagai suatu hak, suatu esensi dalam hakikat sebagai manusia. Moralitas
manusia sangat dibutuhkan dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan sesama,
dan juga dalam hubungannya dengan alam semesta. Dalam hubungan dengan diri
sendiri, moralitas yang memancarkan kesucian Allah akan membuat ia sangat
menghargai diri dan tidak menggunakan dirinya untuk maksud-maksud yang jahat
dan tidak terpuji. Ia pun akan menempatkan diri secara benar ketika beribadah
kepada Allah. Juga dalam relasinya dengan sesama ia tidak akan menempatkan diri
di atas dan memandang rendah sesamanya, dan juga tidak menempatkan diri di
bawah sehingga menghina dirinya sebagai ciptaan Allah yang mulia.\
Potensi
Rasio: Allah itu berpikir dan
merencanakan. Itu sebabnya ketika manusia diciptakan-Nya sesuai gambar dan
rupa-Nya, manusia juga diberikan potensi rasio yang memungkinkan untuk
berpikir, menghitung, merencanakan, menganalisis, berimajinasi, dan lain
sebagainya, yang dalah pekerjaan logika. Karena memiliki rasio, manusia dapat
terbang sampai ke bulan, dapat membangun gedung pencakar langit, teknologi
informasi yang sedemikian canggih dan sebagainya. Namun, tidak dapat disangkali
bahwa dampak dari kemajuan yang telah dihasilkan oleh rasio manusia juga adalah
degradasi moral. Manusia semakin sombong, yang membawanya semakin tidak mampu
mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama.
Potensi
Berkuasa: Allah adalah Tuhan, yang
dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan "Lord", istilah yang
juga digunakan untuk orang-orang yang dianggap memiliki kekuasaan tertentu.
Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menciptakan manusia yang bersifat ketuanan
(the Mastership). Oleh karena itu, manusia ditetapkan Allah untuk
menjadi "tuan" atas ciptaan yang lain. Alkitab mencatat, "Allah
memberkati mereka: ... penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi" (Kej 1:28). Otoritas manusia
sebagai tuan atas seluruh bumi diberikan oleh Allah pencipta, supaya manusia
menunjuk kepada kemahakuasaan dan kedaulatan Allah. Manusia bukanlah tuan atas
segala tuan, sebagai tuan, manusia tetap harus mempertanggungjawabkan
pekerjaannya kepada tuan atas segala tuan, yaitu Allah Sang Pencipta.
Potensi
Kreatifitas: Manusia diciptakan oleh
Allah yang menganugerahkan daya cipta kepadanya. Penggunaan daya cipta tersebut
ditujukan untuk menyatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan daya
cipta seperti Allah. Sebab dengan daya cipta-Nya, Allah merencanakan da
menciptakan segala sesuatu dengan kreativitas yang tinggi. Kreativitas manusia
diperlukan dalam upayanya untuk melaksanakan tugas Allah, tugas untuk membangun
dan memelihara bumi (Kej 1:28; 2:15). Bumi
yang semula diciptakan Allah memerlukan daya kreativitas yang tinggi dari Adam
dan Hawa dalam pengelolaannya. Allah Pencipta telah menyediakan sarana dan
prasarana, dan manusia tinggal menggunakan daya kreativitas yang sudah
diberikan Tuhan kepadanya”[3].
Ketika manusia jatuh dalam dosa tidaklah terjadi
kerusakan total atau kehilangan sama sekali gambar Allah dalam diri manusia,
seluruh potensi yang telah telah dikaruniakan Tuhan kepada manusia tidaklah
hilang atau rusak total seperti pandangan beberapa para teolog. Anthony A.
Hoekema mengatakan bahwa “Kita harusnya mengatakan bahwa gambar Allah telah
diselewengkan atau terdistorsi oleh kejatuhan, tetapi gambar itu masih ada.
Yang membuat dosa begitu serius adalah karena manusia memakai kekuatan-kekuatan
yang Allah berikan untuk mencritarakan Dia, Justru untuk melakukan hal-hal yang
mencemooh penciptanya.”[4]
Gambar Allah dalam diri manusia masih tetap ada,
tetapi telah mengalami kerusakan, tidak lagi berfungsi sebagai mana yang
seharusnya, inilah yang disebut dengan dosa, dalam bahasa Yunani ‘hamartia’
artinya meleset dari sasaran/tidak mengena sasaran. Semua hal yang dikerjakan
manusia tidak mendatangkan kebenaran dihadapan Allah, bertolak belakang dengan
kehendak Allah oleh karena dosa sudah berkuasa
atas manusia. Moral manusia jadi rusak tidak lagi mencapai standart
moral Allah sebagaimana dulu manusia hidup di taman Eden.
Dampak
Kejatuhan Manusia Dalam Dosa
Dampak
kejatuhan manusia pertama yang telah
kehilangan kemuliaan, gambar Allah rusak dalam dirinya oleh karena dosa telah
mengusainya, begitu nyatanya kelihatan pada saat itu juga. Setelah Adam dan
Hawa memakan buah pohon pengetahuan, maka terbukalah mata mereka dan mereka
tahun bahwa mereka telanjang. Yang jadi pertanyaannya adalah kenapa, sebelum
jatuh dalam dosa mereka tidaki tahu kalau mereka telanjang?, jawabannya adalah
sebab mereka diselimuti oleh kemuliaan Allah, oleh karena hidup dalam kekudusan
sebagaimana Allah kudus adanya. Pada saat mereka melakukan dosa maka pada saat
itu juga mereka kehilangan kemuliaan Allah. - Manusia Kehilangan Kemuliaan Allah
Seperti
yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Roma 3:32 “Karena semua orang telah
berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,. "...telah kehilangan kemuliaan Allah" Arti dari
anak kalimat ini banyak didiskusikan oleh para penafsir. Rupanya maksud Paulus
di sini adalah bahwa manusia, sebagai gambar Allah, dimaksudkan untuk bersekutu
dengan Allah sehingga dia boleh mengambil bagian dalam kemuliaan Allah, tetapi
karena dosa, maka sekarang manusia tidak boleh mengambil bagian dalam kemuliaan
Allah. Demikianlah keadaan manusia. Tidak ada harapan bagi dia. Dia telah
berbuat dosa dan dia jauh dari kemuliaan Allah.[5]
Ada
hubungan yang sangat erat antara jatuhnya manusia dalam dosa (tidak hidup kekudusan
) dan hilangnya atau menjauh dari kemuliaan Allah. Kekudusan manusia melahirkan
kemuliaan Allah atau mengambil bagian dalam kemuliaan Allah. Kata
kemuliaan dalam Alkitab memiliki arti
“bobot/Kualitas” Dalam bahasa Yunani memakai kata “Doxa dan Ibrani memakai kata
“kabod”. Kemuliaan Allah Tentunnya ini
berbicara tentang, nilai dan kualitas kekayaan, kemegahan, kehormatan, kewibaaan,
keagaungan, semarak Allah yang terbaik dan
sempurna dalam diri Allah.
Kemuliaan yang terbaik dan sempurna dari Tuhan,
itu dihasilkan oleh karena kekudusannya yang sempurna. Ibarat emas murni,
disebut sebagai logam mulia karena semua unsur yang tidak berguna dipisahkan
darinya[6]. Jadi manusia pertama sebelum jatuh kedalam
dosa, hidup dalam kekudusan sebagai akibatnya mengambil bagian dalam kemuliaan
Allah ini. Tetapi ketika manusia jatuh dalam dosa, hidup dikuasai oleh dosa,
tidak hidup dalam kekudusan maka akibatnya adalah Tidak lagi ada kemuliaan
Allah di dalamnya. Sebab seluruh citra Allah yang berupa potensi Rohani, Moral,
Rasio, berkuasa, kreatifitas, telah menjadi rusak dalam fungsi. Terjadi
penyelewengan, bukan lagi untuk melayani Allah tetapi justru untuk melayani
Dosa.
- Penyimpangan Citra Diri Manusia
-Sikap meninggikan citra diri yang berlebihan ditandai
dengan;
Manusia menjadi “allah” dirinya sendiri
Setelah
mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan
membuat cawat (kejadian 3:7). Dampak kejatuhan manusia dalam dosa berikutnya
adalah manusia telah menjadi “allah bagi dirinya sendiri. Hal itu terbukti
dengan mereka langsung menyemat daun pohon ara dan membuat cawat, yang mungkin
mereka pikir itulah yang terbaik, tanpa harus bertanya kepada Tuhan. Manusia
tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, berjalan, berusaha, memutuskan
sesuatu sesuai dengan pemikirannya sendiri yang telah dikuasai oleh dosa, yang
pastinya akan selalu salah dan tidak pernah benar dalam pandangan Allah.Hal ini
terbukti bahwa Allah tidak menghendaki mereka menyemat daun pohon ara untuk
menutupi tubuhnya. Allah telah meggantikannya dengan kulit binatang. Dalam hal ini
Jhon Wesley Brill mengatakan “Setelah Adam jatuh dalam dosa, maka manusia
selalu berusaha untuk menyelamatkan dirinya sendiri, ia telah mencoba menenun
bagi dirinya sendiri suatu jubah kebenaran. Tudung itu bukan tudung darah dan
bukan tudung yang berasal dari Allah, dan bukan jalan keselamatan dari Allah.
Pengharapan manusia hanya di dalam menerima tudung kebenaran yang telah disediakan oleh Tuhan.”[8]
Membenarkan
Diri Sendiri
Manusia
itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu
kepadaku, maka kumakan." Kejadian 3:12)
“Di sini
kita melihat satu akibat dosa yang paling buruk, meskipun mereka berdosa dan
bersalah, tetapi mereka mencoba membenarkan diri sendiri. Bilamana seseorang
mencoba membenarkan dirinya sendiri, ia selalu menyalahkan orang lain. Adam
telah menyalahkan Hawa, tetapi lebih daripada itu ia telah menyalahkan Allah
juga dalam perkataannya, Perempuan yang Kautempatkan di sisiku” (kejadian
3:12). Seolah-seolah ia berkata “Itu salah Tuhan sendiri, yang telah memberikan
perempuan itu kepadaku, sebab kalau Tuhan tidak memberikan perempuan itu, tentu
pelanggaran itu tidak akan terjadi” Pada masa ini banyak orang berdosa yang
juga mencoba menyalahkan Allah.”[9]
Dalam usaha
membenarkan dirinya, manusia dari generasi-kegenerasi telah seringkali
menyalahkan Allah dalam setiap kondisi buruk yang menimpa mereka.
Manusia
melemparkan tanggung jawab kepada penciptanya,yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pribadinya sendiri. Cerita
sejarah dalam Alkitab tentang bangasa Israel yang hidup dalam
persungut-sungutan kepada Tuhan dipadang gurun selam 40 tahun. Mereka selalu
menyalahkan Tuhan dengan membawa mereka keluar dari tanah mesir, kepadang
gurun. Bahkan sadar atau tidak sadar sikap seperti ini, kerap kali kita alami
dalam kehidupan ini setiap hari, ketika persoalan, penderitaan, kesusahan
datang menghadang jalan hidup kita, maka kita cenderung mengeluh,
berbantah-bantah, bahkan menggerutu dalam hati yang secara tidak langsung kita
menyalahkan Tuhan, dengan berkata “kenapa Tuhan Izinkan masalah ini datang
dalam hidupku..?”. Sama seperti Adam yang mau berkata “Kenapa Tuhan Izinkan
Hawa ada disisiku..?". Manusia tidak mau menerima tanggung jawab untuk menerima
kenyataan bahwa dirinya salah.
Menyalahkan Orang Lain
"Perempuan
yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu
kepadaku, maka kumakan. Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu:
"Apakah yang telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular
itu yang memperdayakan aku, maka kumakan."Kejadian 3:12-13)
“Adam
telah menyalahkan Hawa dari sebab dosanya sendiri, dan Hawa telah menyalahkan
si ular (Iblis) dari sebab dosanya sendiri.”[10]
Sudah menjadi sifat jelek setiap manusia, lebih
cenderung menyalahkan orang lain dari pada menyalahkan diri sendiri. Lebih
mudah mengatakan “Dia yang salah” dari pada “Aku yang salah”. Sekali lagi sejak
kejatuhan manusia dalam dosa, manusia tidak punya rasa tanggungg jawab lagi
terhadap apa yang sudah dia lakukan.
Barangkali kita seringkali kita melihat, menyaksikan, bahkan mungkin kita alami
sendiri praktek dari “lempar batu sembunyi tangan” ini.
Kita
mungkin sudah pernah mengalaminya, atau orang lain disekitar kita bagaiaman
kita dipersalahakan karena melakukan sesuatu pelanggaran, padahal pada
kenyataanya bukan kita yang melakukannya, tetapi orang lain menduh bahwa kita
yang melakukannya. Demikian juga sebaliknya kita menuduh orang lain yang
bersalah, atau orang lain yang jadi pemicu timbulnya permasalahan sehingga kita
terlibat dalam masalh itu, pada hal pada kenyataannya kitalah sebenarnya
dalangnya. Manusia sangat tidak mau dipersalahkan, selalu ingin benar dan
menang sendiri, Ego sentries.
-Sikap merendahkan citra diri yang berlebihan ditandai
dengan:
Manusia dalam penjara rasa malu
Adam dan
hawa menjadi malu. Sebelum jatuh dalam dosa rasa malu sama sekali tidak mereka
kenal, tetapi sesuatu yang lain terjadi, menusia menjadi malu, minder, dengan
melihat kenyataan kekurangan dirinya. Bukan hanya malu karena telanjang tetapi,
merasa malu dihadapan Tuhan karena dirinya sudah tidak seperti yang dulu lagi
dalam keadaan yang sempurna belum tersentuh oleh dosa. Sekarang harus
menanggung rasa malu karena banyak kekurangan dalam dirinya jauh dari
kesempurnan. Rasa malu timbul biasanya karena ada hal yang kurang, yang tidak
beres dari yang seharusnya. Gambar diri Allah dalam diri manusia yang dulunya
sempurna tak ada cacat sekarang sudah rusak dalam fungsinya, terjadi
penyimpangan. Sampai saat ini setiap manusia pasti memiliki rasa malu dalam
dirinya walaupun kadarnya ada yang besar dan ada yang kecil, tergantung
bagaimana gambar diri Allah yang rusak itu di pulihkan kembali, melalui Yesus
Kristus.
Tidak
sedikit orang orang yang terperangkap dalam “penjara” rasa malu, karena citra
dirinya telah dirusak oleh dosa .Banyak orang merasa minder, rendah diri,
sehingga tidak memaksimalkan hidupnya. Saya juga dahulu termasuk di dalamnya,
terperangkap dalam “penjara” rasa malu, minder selama 18 tahun. Takut berdiri
dan berbicara dihadapan publik. Merasa minder dengan teman-teman di sekolah.
Sulit untuk bergaul, terlalu menutup diri. Sampai akhirnya saya dijamah Tuhan di
akhir tahun 2003 dalam suatu persekutuan ibadah. Dan mengalami pertobatan yang
sungguh, menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat.
Tuhan kemudian memulihkan Citra diri saya yang
telah rusak oleh karena dosa asal yang melekat dalam diri ini. Saya dibebaskan
Tuhan dari “penjara” rasa malu, minder, dengan tidak menaruh nilai diri saya
kepada kekurangan dan kelebihan yang saya miliki, melainkan menaruh nilai diri
dengan nilai yang sudah ditebus oleh dara Yesus Kristus dikayu salib, Harga
diri saya sangat berharga, seharga darah Yesus yang telah tercurah dikayu
salib, bahwa saya adalah anak Raja segala raja. Saya tidak lagi hidup dengan
apa kata diri saya tentang diri saya sendiri dan juga tidak menurut apa kata
orang, tetapi menuruti apa kata Firman Tuhan.
Manusia dalam penjara rasa Takut
“Tetapi
TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah
engkau? " Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa
Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang” Kejadian 3:9-10.
Ketakutan
dalam diri Adam ketika mendengar suara Tuhan bukan semata-mata hanya karena ia
telanjang saja, tetapi sebenarnya oleh karena dia sudah melakukan dosa,
telanggar perintah Tuhan, telah menyakiti hati Tuhan, ada yang salah sehingg
merasa takut. Seharusnya ia berkata “aku takut karena aku telah berdosa”, tetapi ia malah berkata “aku men
jadi takut, karena aku telanjang.[11]”
Sebab hakekat dari pada ketakutan adalah dosa. ketakutan dan kecemasan
merupakan hasil dari dosa dan kesalahan kita. Jika kita melakukansuatu dosa
akan timbul kecemasan dan ketakutan, hal ini dimungkinkan, karena Tuhan
menginginkan perhatian kita.
"Sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, ia tidak takut, ia dan Hawa bagaikan
anak-anak yang selalu senang, mereka menemui Allah pada waktu kapan saja bila
mereka mendengar suara-Nya. Tetapi kini sesuatu yang baru telah masuk ke dalam
kehidupan manusia, yaitu ketakutan. Dosa telah membuat suatu rantai ketakutan
yang sampai kini masih mengikat manusia." [12]
Ketakutan
telah melekat dalam diri manusia sejak lahir. Manusia diperhadapkan dengan
berbagai macam ragam ketakutan tiap-tiap harinya. Takit berpergian, takut sakit,
takut ketinggian, takut mati takut, takut kecelakaan, takut ditolak, takut
bertambah usia, takut tdak menikah, dan lain sebagainya ada "seribu satu" ketakutan dalam diri manusia yang Iblis pakai untuk menawan dan mengendalikan hidup
manusia dengan rasa takut. Ketakutan adalah suatu roh jahat yang dipakai Iblis
untuk menyiksa manusia supaya terus hidup dalam ktakutan, itulah sebabnya Rasul
Paulus berkata “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan,
kasih dan ketertiban” 1 Timotius 1:7.
Seorang
anak Tuhan yang sudah percaya Yesus, tidak boleh hidup lagi dalam “penjara”
ketakutan tiap harinya. Jangan mau diperbudak oleh Iblis dengan menaruhkan rasa
takut demi rasa takut terhadap berbagai hal dalam pemikiran kita. Sebab Tuhan
telah memberikan kita roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.
Tidak ada yang perlu lagi kita takuti sebagai anak-anak Tuhan, kalau hidup
kiita benar-benar tinggal dalam kekudusan tiap harinya. Ketakutan mucul ketika
kita hidup dalam dosa, jauh dari persekutuan yang intim dengan Tuhan.
Demikianlah dahulu nenek moyang kita mulai hidup dalam ketakutan oleh karena
telah jatuh dalam dosa dan jauh dari persekutuan dengan Tuhan.
Manusia dalam penjara menyembunyikan pelanggaran
“Ketika
mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk,
bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di
antara pohon-pohonan dalam taman”. Kajadian 3:8
“Dengan
bodoh Adam dan Hawa menyangka bahwa
Dapat menyembunyikan diri mereka dari mereka dari hadirat Allah. Keturunan
mereka juga bodoh karena mereka pun mencoba menyembunyikan pelanggarannya,
tidak mau menghadap Allah untuk mengakui dosa mereka dan mencari pengampunan.”[13]
Sejak kejathuan manusia pertama dalam dosa maka sifat menyembunyikan
pelanggaran telah melekat kuat dalam hati manusia. Bukan hanya orang-orang yang
telah dewasa yang pandai menyembunyikan
pelanggaran, tetapi anak yang masih kecilpun bisa menyembnyikan
pelanggaran dari hadapan orang tuanya. Manusia sangat sulit, dan bahkan tidak
berani untuk mengakui pelanggaran yang sudah ia lakukan dihadapan Tuhan.Tidak mau menanggung resiko sebagai konsekuensi atas dosanya.
Manusia tidak sanggup berdiri dihadapan Allah yang Kudus dan Mulia.
Manusia lebih memilih untuk menjauh dan
bersembunyi dari hadirat Allah, menanggung rasa bersalah terus menerus, hidup
dalam tekanan dosa, tidak memiliki damai sejahtera dan sukacita, bahkan memilih
mati dari pada harus mengakui pelanggarannya dengan jujur dihadapan Tuhan.
Itulah kebodohan manusia, Iblis membutakan pikiran manusia dengan tidak
membiarkan mengakui setiap pelanggarannya. Sebab kalau manusia mengakui
pelanggarannya maka akan memperoleh belas kasihan. Seperti kata salamo dalam
amsal “Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya
dan meninggalkannya akan disayangi
(Amsal 28:13). Bahkan dosa pelanggaran kita diampuni oleh Tuhan kalau kita
berani datang mengakui dengan segala kerendahan hati dan penuh penyeslana “Jika
kita mengaku dosa kita , maka Ia adalah setia dan adil,
sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan
kita dari segala kejahatan (1 Yohanes 1:9).
- Kematian Rohani
“Allah mengusir manusia dari hadapan-Nya, dan Ia
tidak membiarkan manusia yang berdosa ada dalam persekutuan dengan-Nya (Kej 3:24). Ini merupakan bagi manusia sebab
pada dasarnya manusia diciptakan untuk berhubungan dengan penciptanya. Roh
manusia yang diberikan oleh Allah mengalami keterpisahan dari Roh Allah yang
hidup. Kematian ini juga menyebabkan manusia kehilangan kemuliaan Allah yang
melekat kepadanya (Rom 3:23; Efe 2:1).
- Kematian Jasmani
Semula Allah tidak menciptakan manusia untuk mati
dan kembali menjadi tanah, tetapi dosa menyebabkan manusia pasti mengalami
kematian dan menjadi tanah kembali. Alkitab mencatat, "Dengan berpeluh
engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah" (Kej 3:19). Kehilangan kemuliaan Allah
menyebabkan kualitas tubuh manusia menurun drastis. Kematian jasmani merupakan
konsekuensi dari keberdosaan manusia, seperti dikatakan oleh Paulus,
"Sebab upah dosa ialah maut" (Rom 6:23.
- Rusak Hubungan Dengan Sesama
Manusia adalah serigala bagi sesamanya. Ungkapan
ini ada benarnya karena berdasarkan fakta manusia bisa saling merugikan dan
saling mencelakakan di dalam upayanya mempertahankan hidup dan mengejar
kesenangan hidup. Hubungan antar manusia tidak lagi harmonis sejak fakta
kejatuhan dalam dosa. Manusia saling mempersalahkan (Kej 3:12-13). Peristiwa Kain membunuh
Habel merupakan bukti selanjutnya. Sejak saat itu manusia selalu harus
berhati-hati dalam berhubungan dengan sesamanya. Memang ada pepatah mengatakan
bahwa tak kenal maka tak sayang. Pepatah ini hanya memiliki separuh kebenaran.
Kebenaran yang melengkapinya adalah tak kenal, maka tak benci. Kalau mau jujur,
orang-orang yang berselisih tajam, saling membenci, saling mengecewakan, bahkan
saling membunuh, umumnya adalah orang-orang yang saling kenal, bahkan tidak
jarang mereka mempunyai kedekatan secara emosional. Manusia menjadi makhluk
yang tinggi egosentrisnya, dan itu sebabnya mengapa manusia menjadi sulit
bersekutu dengan sesamanya. Keadaan ini sebenarnya bersumber dari rusaknya
hubungan manusia dengan Allah sehingga manusia tidak tahu membedakan manakah
kehendak Allah dan manakah yang bukan. Semuanya hanya menuruti hawa nafsunya sendiri.
- Rusak Keharmonisan Antara Manusia Dengan Alama
Pada mulanya Allah menciptakan manusia dan
seluruh alam semesta dalam keadaan yang harmonis dan sungguh amat baik. Alkitab
mencatat, "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat
baik" (Kej 1:31). Manusia membutuhkan alam untuk
mengaktualisasikan dirinya dan alam membutuhkan manusia untuk memelihara dan
menatanya. Manusia dan alam memiliki hubungan interdependensi yang kuat dan
erat. Namun, dosa menyebabkan manusia tidak mampu memelihara dan mengusahakan
alam, tetapi justru semena-mena karena keserakahannya. Teknologi yang dibuat
manusia cenderung ditujukan untuk merusak alam sehingga dunia sekarang dihantui
oleh krisis lingkungan hidup seperti bocornya ozon, banjir karena gundulnya
hutan, efek rumah kaca, dan sebagainya yang dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit, kesengsaraan bahkan kepunahan makhluk hidup, terkikisnya kekayaan,
krisis air bersih, dan sebagainya.
Persoalan utama bukanlah karena alam pada
dasarnya tidak baik, tetapi karena manusia yang menyebabkan alam tidak lagi
harmonis dan seimbang. Bukankah tugas mengelola dan memelihara bumi ada pada
pundak manusia (Kej 1:28; 2:15)?
Krisis lingkungan diciptakan oleh manusia dan membawa ancaman bagi manusia
sendiri. Bumi saat ini sedang diantar oleh manusia menuju kehancuran dan
kemusnahan.
- Manusia Akrab Dengan Penderitaan Karena Dosa
Waktu manusia jatuh dalam dosa Allah berfirman,
"Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan
kesakitan engkau akan melahirkan anakmu, ... maka terkutuklah tanah karena
engkau, dengan bersusah payah engkau akan mencari rejekimu, ... dengan berpeluh
engkau akan mencari makananmu sampai engkau kembali lagi menjadi tanah" (Kej 3:16-19). Karena keberdosaannya,
manusia akan akrab dengan penderitaan fisik dan psikis seumur hidupnya. Saya
tidak mengatakan bahwa sejak bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus manusia
tidak lagi akan sakit dan menderita. Keputusan untuk mengikut Tuhan juga
diiringi dengan penderitaan yang harus dipikul. Namun, penderitaan bersama
Kristus justru mendatangkan kemuliaan surgawi, sementara penderitaan karena
dosa akan mendatangkan kesengsaraan kekal. Pengertian penderitaan di sini
adalah sejak manusia jatuh dalam dosa, Allah membiarkan manusia mengalami
banyak penderitaan sehingga penderitaan menjadi akrab dengan manusia seumur
hidupnya. Akibat dosa ialah hukuman dan penderitaan.
- Hukuman Kekal
Dosa mendatangkan maut dan kebinasaan. Allah
telah menyiapkan hukuman kekal sebagai tempat kekal manusia yang tidak kembali
kepada-Nya, yaitu neraka. Di dalam neraka, manusia mengalami keterpisahan dari
Allah. Tempat ini merupakan tempat yang mengerikan di mana manusia tidak akan
pernah mati lagi secara fisik. Ia akan menderita karena ada api yang tak
terpadamkan, ratap tangis dan kertakan gigi, ada kegelapan yang mengerikan
serta ada ulat yang terus-menerus menggerogoti tubuh manusia berdosa. Jika
manusia sudah masuk dalam neraka, ia tidak mungkin dapat keluar lagi, tidak
mungkin ada kesempatan untuk bertobat.”[14]
Semua dampak dari kejatuhan manusia pertama dalam
dosa telah melekat erat dalam setiap kehidupan manusia di dunia tanpa
terkecuali. Semua jenis penderitaan dalam dunia ini, bencana, kelaparan,
kecelakaan, kematian, sakit penyakit, kemiskinan, semuanya berakar dari dampak
kejatuhan manusia dalam dosa. Jhon Wesley Brill mengatakan bahwa“Alkitab
menerangkan kepada kita bahwa dosa telah kedalam manusia oleh sebab dosa Adam
(Roma 5:12-19). Oleh sebab itu tiap-tiap manusia dilharikan dalam dosa dan
mempunyai sifat dosa (Roma3:9-23;11:32; Galatia 3:22; Mazmur 14; 51:7; Yesaya
53:6)”[15].
Dosa telah membawa kerusakan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, merusak
hubungannya dengan Allah, hubungannya dengan sesama manusia, dan hubungannya
dengan Alam. Sudah tidak ada lagi keharmonisan dalam relasi tiga rangkap ini.
By: Hadiran Halawa, S.Th
Catatan:
1.Hoekema Anthony, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (2010, Cetakan ketiga Momentum),halaman
91.
2.
Ibid,
halaman 93
3.
Rey Hendra, Manusia Dari Penciptaan
Sampai Kekekalan Yayasan Penerbit, Versi Elektronik (2002 Gandum Mas- Yayasan
Lembaga SABDA (YLSA))
4.
A. Hoekema
Anthony, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (2010, Cetakan ketiga Momentum),halaman
93.
5.
Hagelberg, Dave. Tafsiran Roma: dari bahasa Yunani.(
Jakarta: Yayasan Kalam Hidup. 2004.)
6.
Bridges
Jeryy, Mengejar Kekudusan, (2009, Cetakan ke-3, Navpress Indonesia, halaman 22.
.
7.
Hoekema
Anthony, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (2010, Cetakan ketiga Momentum),halaman
107.
8.
Ibid,
halaman 186-187.
9.
Wesley
Brill. J, Dasar Yang Teguh (Cetakan kelima, Bandung, Kalam Hidup), halaman 187.
10.
Ibid.
11.
Hoekema
Anthony, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (2010, Cetakan ketiga Momentum),halaman
134.
12.
Apa
yang dikatakan Alkitab tentang ketakutan,( Christian answer.net)
13.
Wesley
Brill. J, Dasar Yang Teguh (Cetakan kelima, Bandung, Kalam Hidup), halaman 187.
14.
Ibid.
15.
Rey Hendra, Manusia Dari Penciptaan
Sampai Kekekalan Yayasan Penerbit, Versi Elektronik (2002 Gandum Mas- Yayasan
Lembaga SABDA (YLSA))
16.
Wesley
Brill. J, Dasar Yang Teguh (Cetakan kelima, Bandung, Kalam Hidup), halaman 189.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar