Oleh : Hadiran Halawa
Persoalan tentang bahasa roh seakan tidak pernah ada habisnya. Selalu menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan, didiskusikan dan diperdebatkan. Terlebih bagi sebagaian orang Kristen yang tidak pro dengan penggunaan bahasa roh. Pada dasarnya mereka mengakui bahasa roh itu memang ada tertulis dan terjadi dalam Alkitab, tetapi menurut mereka hal itu hanya dialami oleh orang-orang percaya pada saat itu saja (gereja mula-mula), setalah berakhir zaman rasuli maka otomatis bahasa roh dan karunia roh lainnya berhenti.
Apalagi dengan adanya Kanon Alkitab maka dengan sendirinya Bahasa roh dinyatakan gugur atau lenyap. Bahasa roh yang sekarang digunakan atau dipraktekan oleh gereja Kharismatik bagi mereka bukanlah bahasa roh sesungguhnya seperti yang di Alkitab. Sebab bahasa roh yang seperti itu sudah tidak ada lagi atau sudah lenyap sejak “yang sempurna tiba” berdasarkan dari perkataan Paulus dalam 1 Korintus 13:10 “Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap”.
Kelompok orang yang berpandangan karunia-karunia roh diantaranya bahasa roh sudah lenyap disebut golongan cessationism. Dan kelompok yang mendukung karunia bahasa roh masih tetap ada sampai hari ini disebut sebagai golongan continuationism yang pada umunya adalah orang kristen pentakosta-Kharismatik.
Mereka yang menganut pandangan cessationism ini umumnya diwakili oleh orang-orang fundamentalist Calvinist atau Reformed, contoh yang terkenal sekarang ini adalah seperti John MacArthur yang anti pentakosta dan kharismatik yang tahun lalu menyelenggarakan Strange Fire Conference untuk membuktikan kalau orang-orang pentakosta dan kharismatik salah. Tapi tidak semua orang-orang Reformed menganut pandangan ini, mereka ini adalah orang-orang seperti Wayne Grudem, Sam Storms, D.A Carson, John Piper, dll. Orang-orang Puritan juga dianggap kebanyakan orang cessationist tapi dalam suatu interview Wayne Grudem mengatakan bahwa orang-orang Puritan seperti Richard Baxter tidaklah cessationists seperti yang dianggap kebanyakan orang, Wayne Grudem memberikan contoh seperti karyanya Richard Baxter “The Christian Directory” Richard Baxter memiliki pandangan yang sama tentang nubuatan dengan Wayne Grudem (1).
1 Korintus 13:10 adalah menjadi ayat dasar bagi sebagian
orang yang mengkritisi penggunaan bahasa roh di jaman sekarang ini. Tidak
jarang mereka melakukan serangan dengan tidak segan-segan berkata bahwa bahasa
roh yang digunakan gereja sekarang ini adalah bahasa setan dari Iblis. Bahkan
ada sebagian diantara mereka yang lebih sadis lagi mengatakan bahwa gereja yang
menggunakan bahasa roh adalah gereja sesat. Bentuk-bentuk penghakiman seperti
itu tidak jarang kita temukan di buku-buku literatur, tulisan-tulisan di media
sosial. Oleh Karenanya penulis sebagai orang kharismatik yang juga menggunakan
bahasa roh tertarik untuk mengkaji, apakah benar bahwa bahasa roh yang di dalam
alkitab itu sudah lenyap.
Konteks 1 Korintus 13
Kalau kita mau mengerti maksud dari 1 Korintus 13:10 tentu
kita harus memahami dengan benar konteks keseluruhan pasal 13, tidak bisa asal
main tebak-tebakan. Dengan demikian kita bisa mengerti apa sebenarnya yang
hendak dikatakan oleh penulis dalam hal ini Rasul Paulus. Secara singkat tujuan
menulis surat kepada jemaat di Korintus adalah untuk menegur jemaat yang saat
itu tidak tertib dalam penggunaan karunia-karunia rohani dan cenderung
disalahgunakan. Selain itu Paulus menegur jemaat yang hidupnya tidak sesuai
kebenaran, banyak diantara jemaat yang hidupnya kacau balau, bermasalah dalam
moralitas yang buruk, hubungan seks bebas, penyembahan berhala dan lain
sebagainya. Ditengah jemaat yang kondisinya seperti ini Paulus menulis surat untuk
menegur mereka supay hidup tertib, hidup dalam kebenaranya, termasuk di
dalamnya tidak menyalahgunakan karunia-karunia roh, Karunia roh diberikan bukan
ajang untuk sombong-sombongan.
Kemudian Paulus dalam tulisannya menegaskan bahwa diatas dari
segala karunia kasihlah yang jauh lebih penting. Kasih yang harus menjadi dasar
atau fondasi, motivasi, penggerak, pendorong dari semua karunia-karunia rohani
sehingga bisa berdampak menjadi berkat bagi banyak orang. Dari ayat 1-8 Paulus
menjelaskan panjang lebar tentang pentingnya kasih dibanding karunia-karunia
rohani (ayat 1-3) dan arti dan faedahnya kasih di ayat 4-8). Dalam konteks ini
karunia-karunia rohani ada dalam dimensi waktu yang suatu saat akan berhenti
sementara kasih itu kekal adanya.
Setelah itu diayat 9-10 Paulus berkata “Sebab pengetahuan
kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. Tetapi jika yang sempurna
tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap”. Dari ayat ini muncul berbagai
spekulasi penafsiran yang pada dasarnya akhirnya berkesimpulan bahwa karunia
rohani seperti bernubuat, bahasa roh, karunia pengetahuan sudah lenyap sejak
datangnya yang sempurna.
Spekulasi tafsiran
pertama: Yang sempurna adalah jemaat yang dewasa
Pendukung dari tafsiran ini beranggapan bahwa “yang sempurna”
bisa juga berarti yang dewasa, sehingga mereka memaksudkan yang sempurna itu
adalah jemaat yang “matang” atau “dewasa.”
Kata “yang sempurna”
di ayat ini dalam bahasa Yunani (bahasa asli Alkitab Perjanjian Baru) adalah
“teleiov” yang artinya “lengkap”, “sempurna”, “dewasa”. Pengertian secara luas
kata ini adalah “telah mencapai tahap akhir atau perkembangan penuh.” Ini
berarti telah mencapai kesempurnaan dalam Yesus (Kolose 1:28), telah menjadi
dewasa (Efesus 4:13; Ibrani 5:14).
Selanjutnya dalam 1 Korintus 13:11-12, Paulus memberikan
ilustrasi (gambaran) tentang keadaan jemaat saat itu yang belum dewasa secara
rohani, sehingga sangat diperlukan karunia-karunia rohani untuk membantu jemaat
bertumbuh dewasa. Jadi setelah mereka menerima apa yang mereka butuhkan untuk
mencapai kedewasaan maka “yang tidak sempurna (karunia-karunia rohani) itu akan
lenyap” (1 Korintus 14:10). (2)
Mengenai mereka yang
berpendapat kalau sempurna disini kedewasaan seperti Walter Chantry yang
berargumen bahwa di surat 1 Korintus lainnya kata sempurna yang di terjemahkan
“sempurna” (τέλειος, G5455) juga biasanya mengacu kepada kedewasaan manusia (1
Korintus 14:20, dewasa dalam pemikiranmu) atau kepada kehidupan kristen yang
matang Wayne Grudem berpendapat bahwa tidak setiap kata merujuk kepada hal yang
sama setiap kali kata tersebut di gunakan dalam kitab suci – dalam beberapa
kasus τέλειος mungkin menunjuk kepada manusia yang “matang” atau “sempurna”
dalam kasus lain bisa juga “kelengkapan” atau “kesempurnaan”. Kata τέλειος yang
digunakan dalam Ibrani 9:11 mengacu kepada “kemah yang lebih sempurna” – namun
demikian kita tidak menyimpulkan kalau kata “sempurna” dalam 1 Korintus 13”
mengacu kepada sebuah kemah yang sempurna (3).
Kelemahan dari padangan ini akan susah menjelaskan seperti apa standart kedewasaan jemaat. Adakah orang kristen yang berani mengaku sudah
mencapai kedewasaa/sempurna seperti yang dimaksudkna oleh Paulus. Adakah
jemaat/orang Kristen sekarang ini lebih dewasa dari gereja mula-mula, termasuk
di dalamnya rasul Paulus. Dalam kejujuran Paulus berkata dalam ayat 12 “Karena
sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi
nanti kita akan melihat muka dengan muka , sekarang aku hanya mengenal dengan
tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna”
Kalau “yang sempurna” ditafsirkan sebagai jemaat yang dewasa,
harusnya Paulus tidak akan begeitu diayat yang kedua belas. Karena tentu Paulus
sebagai Rasul jauh lebih dewasa dari jemaat baik pada masa gereja mula-mula
maupun dibandingkan dengan jemaat Kristen dimasa sekarang ini. Atau adakah
diantara orang percaya yang berkata bahwa dia lebih dewasa dari Rasul Paulus.
Lebih lagi Paulus berkata dalam Efesus 4:13 “sampai kita semua mencapai
kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang anak Allah, kedewasaan penuh,
dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.”. Dari ayat ini
cukup memberitahu kita bahwa sebenarnya tidak ada jemaat yang sudah mencapai
kedewasaan penuh. Kalau kita mau jujur bahwa sebenarnya jemaat mula-mula
barangkali mereka jauh lebih dewasa dalam iman dibanding dengan jemaat sekarang
ini. Karena mereka mendengar firman langsung dari para rasul.
Para Teolog yang mendukung tafsiran ini seperti Gromacki dalam bukunya, The Modern
Tongues Movement, dan . Merril F. Unger, dalam bukunya New
Testamen Teaching on Tongues, juga memilki pandangan yang sama.
Rektor Graphe International Theological Seminary Dr. Suhento
Liauw, S. Th., M.R.E., D.R.E., Th. D juga mendukung pandangan bahwa “yang
sempurna” merejuk kepada Alkitab yang sempuran Dalam tulisannya disebuah artike yang berjudul “Alkitab, Firman yang
sempurna”. Suhento Liauw berkata
“Meninjau bahasa asli dari kata YANG SEMPURNA adalah
τo τέλειος (to teleion), adalah Adjective, Accusative, Neutral, Singular.
Artinya kata sifat, obyek, benda, dan tunggal. Maka itulah sebabnya di
banyak Interlinear kata ini diterjemahkan the perfect thing (BARANG
sempurna).
Sebuah barang (benda), bukan Yesus karena kalau yang dimaksud
Yesus maka Paulus akan memakai gender maskulin.
Jika dihubungkan dengan konteksnya, berarti berbicara tentang
sesuatu yang berhubungan dengan nubuatan, bahasa lidah, dan pengetahuan. Barang
sempurna ini datang, ia BERPOSISI menggantikan nubuatan, bahasa lidah, dan
pengetahuan.
Kelihatannya sulit untuk menghindari penafsiran bahwa yang
dimaksud dengan BARANG SEMPURNA di situ ialah ALKITAB atau firman tertulis
(Written Revelation). Firman tertulis yaitu firman sempurna, selesai
(datang) akan sebagai pengganti firman lisan yang tidak sempurna”. (4)
Sehento liauw berpandangan bahwa karena kata “yang sempurna”
berbentuk gender netral, dan juga berupa
kata benda maka kata yang sempurna itu lebih tepat kalau merujuk kepada Alkitab
karena memenuhi syarat. Namun tafsiran ini juga tidak bisa dipertahankan. Kalau
memang benar kata “yang sempurna” maka pertanyaan
kritisnya adalah apakah kita yang saat ini sudah memilki alkitab lebih hebat
pengenalan kita akan Allah dibanding gereja mula-mula ?, adakah kita lebih
hebat pengenalan akan kebenaran dibanding dengan rasul Paulus yang berkata
dalam I Korintus 13:12 “Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna,
tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal”.
Adakah jemaat/orang Kristen zaman sekarang ini yang berani mengakui telah
mencapai pengenalan akan Allah dengan sempurna, yang lebih hebat dari Rasul
Paulus yang melalui ilham Roh kudus telah menulis kitab terbancanyak dalam
perjanjian baru. Mungkinkah pembaca tulisan Rasul Paulis yang telah diilahmi
oleh Roh kudus lebih hebat dari pada Penulisnya ?. Secara logika sehat kita
tentu akan berkata tidak mungkin itu terjadi.
Wayne Grudem dalam bukunya Systematic Theology mengutip
perkataan Martyn Llyod Jones mengenai keberatannya jika kata sempurna itu
adalah lengkapnya kanon perjanjian baru: “Ini berarti anda dan saya, yang
memiliki kitab suci terbuka di hadapan kita, lebih banyak mengetahui kebenaran
Allah dibandingkan rasul Paulus…ini artinya kita semuanya lebih
superior..bahkan dibanding rasul-rasul itu sendiri, dan termasuk rasul Paulus!
Ini berarti bahwa kita berada dalam posisi dimana…”kita mengenal, bahkan kita
lebih dikenal oleh Allah..sesungguhnya hanya ada satu kata untuk menggambarkan
pandangan seperti ini, ini adalah omong kosong”(5)
Tafsiran Suhento Liauw yang berkata bahwa “Yang Sempurna” itu
merujuk kepada Alkitab karena alasan kata benda
dan gender Netral. Ditanggapi
oleh Samuel T.Gunawan dengan berkata “ Tidak ada peraturan dalam tata bahasa Yunani bahwa kata benda netral hanya
bisa digunakan untuk menunjukan benda-benda yang tidak ada jenis penunjuk jenis
kelaminnya. Kata benda netral atau kata ganti (Pronoun) dapat digunakan untuk
menggambarkan benda-benda berjenis laki-laki atau perempuan dan dapat juga
digunakan untuk menggambarkan pribadi-pribadi. Contoh kata “Roh” “Pneuma” dalam
bahasa Yunaninya merupakan kata benda netral dan secara jelas Kitab Suci
menyatakan bahwa Roh bukanlah benda tetapi adalah pribadi yang ketiga dari
Allah Trinitas dengan demikian kata benda “Teleosis” atau sempurna (perfektion)
dalam ayat ini tidak mengacu pada Alkitab tetapi pada kedatangan Kristus
kembali diakhir zaman”(6)
Jadi jelas bahwa hanya karena “yang sempurna” adalah kata
benda dan bergender netral maka boleh disimpulkan itu merujuk kepada
Alkitab. Lagi pula dalam konteks tulisan rasul Paulus kepada jemaat di Korintus
tidak menyinggung hal itu. Dalam hal ini Samule T. Gunawan berkata “Jika
yang dimaksud dengan “yang sempurna” atau “teleios” adalah Alkitab, maka
gagasan yang demikian tidak sesuai dengan tujuan Paulus menulis Surat 1
Korintus pasal 13. Ini merupakan suatu gagasan yang asing bagi Paulus maupun
jemaat Korintus. Perlu diketahui bahwa kitab terakhir Perjanjian Baru adalah
kitab Wahyu yang ditulis paling lambat tahun 90 Masehi atau sekitar 35 tahun
setelah Paulus menulis Surat 1 Korintus. Pertanyaannya: Pada waktu Paulus
menulis Surat 1 Korintus, khususnya pasal 13 tersebut apakah jemaat Korintus
mengerti bahwa kata “yang sempurna” yang dimaksud Paulus itu adalah “kanon
Perjanjian Baru” dan apakah yang Paulus maksudkan memang demikian? Jawabannya,
tentu saja tidak apabila kita melihat konteksnya secara jujur”.(7)
Spekulasi Tafsiran Ketiga : Yang Sempurna Adalah Kasih
Secara sekilas tafsiran ini kelihatan masuk akal dan
sepertinya tepat. Mengingat konteks dari pada 1 Korintus 13 memang berbicara
tentang Kasih, terlebih diperkuat lagi kata kasih adalah kata benda yang sama
dengan “yang sempurna”. Tetapi kalau mau diteliti lebih lagi, maka tafsiran ini
juga sangat lemah dan tidak bisa dipertahankan karena alasan ini:
Bahwa yang sempurna itu adalah sesuatu yang akan datang.
Tentu hal ini tidak tepat kalau merujuk kepada kasih. Karena kasih sudah ada
dari kekekalan sampai pada kekekalan. Kasih bersifat kekal tidak ada dalam dimensi waktu. Apakah kasih kita saat
ini sudah sempurna ? Apakah orang Kristen jaman sekarang ini lebih hebat dalam
mengasihi lebih dari gereja mula-mula bahkan dari rasul Paulus sendiri ?, saya
pikir tidak mungkin. Paulsu berkata dalam 2 Korintus 5:14 “ Sebab kasih Kristus
telah menguasai kami” Oleh karena kasih itu Paulus dan para rasul lainnya telah
telah rela dianiaya, disiksa, dihina, dipenjara, bahkan rela samapai mata demi
kasih kepada jiwa-jiwa yang terhilang, memberitakan kasih Kritus kepadanya
banyak orang yang tersesat jalannya. Melihat alasan ini maka tidak masuk akal
kalau “yang sempuran” itu ditafsiran adalah kasih.
Spekulasi Tafsiran Keempat: Yang Sempurna Adalah Kedatangan Kristus yang Kedua Kali
Mattew Henry seorang komentator Alkitab mendukung pandangan
ini dengan berkata “Karunia rohani seperti nubuat, bahasa roh, dan pengetahuan
akan lenyap pada akhir zaman ini. Saat itu digambarkan dengan kata-kata
"jika yang sempurna tiba" (ayat 1Kor
13:10), yaitu pada akhir sejarah, ketika pengetahuan dan sifat orang
percaya menjadi sempurna dalam kekekalan sesudah kedatangan Kristus yang kedua
kali (ayat 1Kor
13:12; 1:7). Sebelum saat itu, kita memerlukan Roh Kudus dan
karunia-karunia-Nya dalam jemaat-jemaat kita. Di bagian ini dan bagian-bagian
lain dari Alkitab tidak ada petunjuk yang menyatakan bahwa manifestasi Roh
melalui karunia-Nya akan lenyap pada akhir zaman rasuli. (8)
Saya sendiri setuju dengan tafsiran ini bahwa “yang sempurna”
merujuk kepada kedatangan Yesus yang kedua kali. Hal ini didukung juga dengan
pernyataan Paulus sebelumnya di I
Korintus 1:7-8 “Demikianlah kamu tidak kekurangan dalam suatu karunia pun
sementara kamu menantikan pernyataan Tuhan kita Yesus Kristus. Ia juga akan
meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada
hari Tuhan kita Yesus Kristus”. Dari ayat ini jelas Paulus menyinggung tentang
kedatangan Yesus yang kedua kali. Ayat 7 jelas sekali bahwa karunia-karunia
rohani termasuk di dalamnya bahasa roh, nubuat, pengetahuan masih tetap ada dunia
ini sampai kedatangan Yesus yang kedua kali. Jadi sangat tidak masuk akal kalau
ada yang beranggapan bahwa karunia-karunia rohani seperti bahasa roh sudah
tidak ada lagi, atau sudah berhenti. Ayat 7-8 tentu masih sangat dekat dan
releven dengan alur pemikiran Paulus di 1 Korintus 13:10.
Memahami Dua Analogi
yang Digunakan Paulus
Untuk memperjelas tujuan dan maksud dari perkatannya Paulus
diayat 10 tentang “saat yang sempurna tiba” maka Paulus menggunkan sebuah
ilustrasi atau analogi diayat 11 dan 12. Untuk memahami dengan benar arti dari
kedua analogi Paulus kita harus mengerti terlebih dahulu cara menafsirkan
sebuah gaya bahasa/majas figuratif. Dalam hal ini Stephen Walangare berkata “Sebelum
lebih jauh meneliti dua ilustrasi selanjutnya, ada baiknya kita memahami
sedikit tentang cara menafsirkan sebuah majas (gaya bahasa) figurasi.
Kekurangpahaman tentang hal ini telah menyebabkan beberapa penafsir melewatkan
maksud Paulus dalam dua ilustrasi di ayat 11-12. Yang paling penting, ungkapan
figuratif tidak boleh ditafsirkan secara mendetail, seolah-olah tiap bagian
dari figurasi itu memiliki arti. Sebuah figurasi seringkali hanya menyampaikan
satu makna utama. Berikutnya, poin utama yang diekspresikan dalam sebuah
figurasi ditentukan oleh konteks pembicaraan. Sebuah figurasi bisa ditafsirkan
secara beragam jika figurasi itu muncul tanpa konteks. Di dalam sebuah konteks,
figurasi hanya boleh dipahami secara tertentu. Dengan bekal ini, maka kita
mencoba menafsirkan dua ilustrasi yang diberikan Paulus di 1 Kor. 13:11-12.”(9)
Analogi Pertama: Transisi
Dari Kanak-Kanak Menuju Dewasa
“Ketika aku kanak-kanak, aku berkata seperti kanak-kanak, aku
merasa seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku
meninggalkan sifat kanak-kanak itu” I Korintus 13:11.
Ayat ini sarat dipakai oleh pendukung yang bekata bahwa “yang
sempurna” itu adalah kedewasaan rohani jemaat. Analogi Paulus ini tidak boleh ditafsirakan proses dari tidak
dewasa rohani menjadi dewasa rohani. Bagi para pendukung pandangan ini berkta
bahwa hanya orang-orang yang tidak dewasa dalam rohanilah yang masih menggunkan
bahasa roh sementara mereka yang sudah dewasa secara rohani tidak memerlukan
bahasa roh sebab merekasudah bisa berkata-kata secara dewasa. Agak aneh dan
lucu memang tafsiran sperti ini. Kalau kita ikuti alur logika berpikirnya,
apakah mereka yang tidak berbahsa roh itu berani mengklaim dirinya sudah dewasa
secara rohani dibanding orang-orang yang berbahasa roh yang katanya masih
kanak-kanak rohani. Siapa yang bisa jamin itu, barangkali justru sebaliknya.
Saya tidak sedang mengatakan bahwa orang yang berbahasa roh dewasa rohani. Sebab
karunia rohani bukanlah tolok ukur kedewasaan rohani seseorang.
Tafsiran seperti ini tentu tidak beresesuaian dengan teks
utama yang dibahas Paulus sebelumnya yang menjadi poin utamanya diayat 8-10. Kalau
kita melihat ayat tersebut sangat tidak selaras dengan tafsiran ini.
Stepehen Walangare berpendapat “Poin rasul Paulus diayat 8-10
dibagi dalam dua fase yaitu kesementaraan selama kita didunia masih membutuhkan
karunia-karunia rohani seperti bahasa roh, nubuat, pengetahuan dan fase
kekekalan yang lengkap dan sempurna, dimana semua karunia rohani sudah tidak diperlukan
lagi. Dalam hal ini Stephen Walangrange berkata “Kita perlu menggarisbawahi
bahwa transisi yang dimaksud Paulus adalah antara kesementaraan hidup di dunia
dan kekekalan di surga. Sehingga kalau dia memberi ilustrasi tentang masa
anak-anak ke masa dewasa, maka kita bisa yakin bahwa sebetulnya maksud Paulus
cukup sederhana. Masing-masing fase hidup membutuhkan perilaku dan
karakteristik yang berbeda. Paulus sedang membicarakan tentang kedatangan
sesuatu yang sempurna dan kekal (ayat 10). Sebagaimana kita sudah pelajari
bersama, hal ini mengarah pada kekekalan di surga. Menafsirkan transisi dari
arah kanak-kanak rohani ke dewasa rohani adalah bentuk penafsiran yang tidak
sesuai dengan maksud Paulus”.(10)
Lebih lanjut Stephen Walangare menjelaskan “Sekarang kita
hidup di dunia yang sementara (fana), tetapi nanti kita hidup di surga yang
kekal. Di dalam kesementaraan, kita butuh macam-macam karunia rohani, tetapi
kita tidak akan membutuhkannya lagi jika sudah ada di surga. Poin yang coba
diajarkan adalah kepantasan sesuatu pada tahap usia atau masa tertentu.
Beberapa perilaku akan sesuai dan bernilai positif jika dilakukan di masa
tertentu, tetapi akan terkesan berlebihan dan aneh jika dilakukan di masa yang
berbeda. Dalam kalimat yang sederhana, ada perbedaan besar antara kanak-kanak
(memang untuk anak-anak) dan kekanak-kanakan (untuk orang dewasa yang
berperilaku seperti anak-anak). Berbagai karunia rohani hanya sesuai dan
bermanfaat untuk masa sekarang di dunia ini. Pada saat orang-orang percaya
sudah berada di surga, semua itu tidak diperlukan lagi. Itulah maksud Paulus”.(10)
Hanya dengan menafsikan analogi diayat 11 berbicara tentang
transisi kesementaraan di dunia menuju
kekekalan pada saat kedatangan Yesus yang kedua kali dia akhir zaman, terjadi
kesesuaian antara poin utama Paulus dengan analogi yang digunakannya. Dari
hasil kajian analogi diayat 11 kita dapat kita diyakinkan bahwa “Yang sempuran”
berbicara tentang kedatangan Yesus yang kedua kali.
Analogi Kedua: Melihat
Dalam Cermin dan Melihat Muka Dengan Muka
Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang
samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku
hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan
sempurna, seperti sendiri aku dikenal 1 Korintus 13:12.
Sekali lagi untuk memahami analogi ini harus bergantung dari
pada teks utama Paulus diayat 8-10, sehingga kita tidak keluar dari jalur
tafsiran yang benar. Tentu kita semua tau bahwa pada umumnya baik zaman kuno
maupun dizaman modern sekarang ini cermin digunakan untuk melihat diri kita,
terutama bagi kaum hawa yang sering menggunakan cermin untuk bersolek. Lewat cermin kita
bisa melihat diri kita apakah ada kotoran di muka atau tidak, lewat cermin
kita bisa mengenali apakah rambut kita sudah tertata rapi atau berantakan. Lewat
cermin bisa melihat diri kita apakah kurus atau gemuk. Intinya cermin
berguna untuk melihat refleksi diri kita.
Namun sebaik dan sebagus apapun cermin dalam merefleksikan
diri kita, tetaplah hanya sebatas cermin dan bukan aslinya. Itu yang Paulus
maksudkan “Gambaran yang samar-samar”. Artinya sehebat apapun cermin dalam
merefleksiakn tubuh kita tetap tidaklah sejelas kalau tilihat secara tatap muka
dengan muka, bisa melihat secara sempurna dari berbagai sudut dengan sempurna. Dalam
Yakobus 1:23 Gambaran Firman sebagai cermin. Firman Allah adalah cemin dari
kehidupan kita dan pengenalan kita akan Allah. Akan tetapi sejelas apapun
pewahyuan Allah melalui firmannya yang tertulis, tetaplah hanya sebatas “cermin”
yang tidak akan sama kalau nanti kita langsung bertemu muka dengan muka dengan
Dia, pada kedatangan Yesus yang kedua kali.
Stephen Walangare berkata “Demikian juga dengan pengenalan kita
akan Allah dalam dunia ini, sebagu apapuStephen Walangrange menanggapi “Paulus
menambahkan “gambaran yang samar-samar” lalu mengontraskan dengan pertemuan
secara langsung (muka dengan muka). Seolah tidak ingin memberi celah sekecil
apapun untuk kesalahpahaman, Paulus menerangkan pengetahuan parsial yang kita
miliki sekarang dengan pengetahuan lengkap di surga. Dengan kata lain,
betapapun beningnya cermin, refleksi yang dihasilkan tetaplah tidak sempurna”. (12)
Melihat muka dengan muka harus dipahami artinya berhadapan
dengan Tuhan secara langsung dan pribadi.
Zac Poonen guru alkitab berkata cara menafsirankan alkitab adalah dengan
membandingkan ayat dengan ayat lainnya di Alkitab. Dalam Alkitab ada beberapa
ayat yang menunjukan bawah Melihat muka dengan muka artinya melihat Tuhan secara
langsung dan secara pribadi. Keluara 33:11 “Dan Tuhan berbicara kepada Musa
dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya”. Ulangan 5:4 “Tuhan
telah berbicara dengan berhadapan muka dengan kami di gunung dan di
tengah-tengah api”. Hakim-hakim 6:22 “Maka tahulah Gideon, bahwa itulah malikat
TUHAN, lalu berkata: “Celakahlah aku, Tuhanku ALLAH! Sebab memang telah kulihat
Malaikat TUHAN dengan berhadapan muka”. Wahyu 22:4 “Dan mereka akan melihat
wajah-Nya”. Ayat-ayat tersebut cukup membuktikan bahwa maksud Paulus melihat
muka dengan muka artinya, melihat Allah secara pribadi dalam kepenuhannya,
kapan itu bisa terjadi ? tentu saat Yesus datang yang kedua kali dan kita hidup
dalam kekekalan bersama dengan Tuhan.
Kesimpulan :
Dari hasil kajian penulis terkait pernyataan Paulus dalam
1Korintus 13:10 bahwa Frasa “Yang sempurna” itu merujuk kepada kedatangan
Kritus yang kedua kali dimana kita akan bertemu muka dengan muka dengan Dia,
dalam kekekalan kita akan mengenal Tuhan dengan sempurna. Sekarang ini sampai
akhir zaman kita ada dalam kesementaraan yang membutuhkan karunia-karunia
rohani seperti karunia bahasa roh, bernubuat dan kata-kata pengetahuan untuk mempelengkapi anggota tubuh Kristus
dalam pelayaanan selama dibumi, untuk saling menguatkan dan bertumbuh bersama
dalam pengenalan akan Allah menuju kesempurnaan. Anggapan sebagaian orang
percaya yang mengatakan bahasa roh dan karunia rohani lainnya sudah lenyap
adalah salah total dan mempercayai penafsiran yang jelas keliru.
Catan-Catatan :
(1). Continuationism and Cessationism: An Interview with Dr. Wayne Grudem
http://www.challies.com/interviews/continuationism-and-cessationism-an-interview-with-dr-wayne-grudem
(2) http://charismatic-exposed.blogspot.com/2011/11/bahasa-roh-atau-bahasa-lidah-tongue.html
(3) Wayne
Grudem, Systematic Theology Chapter 52, Gifts of the Holy Spirit: (Part 1)
General Question
(4) Alkitab,
Firmna yang sempurna : Artikel Dr. Suhento Liauw, S. Th., M.R.E., D.R.E., Th. D
https://www.kristenalkitabiah.com/alkitab-firman-yang-sempurna/
5) [4] Wayne
Grudem, Systematic Theology Chapter 52, Gifts of the Holy Spirit: (Part 1)
General Questions
(6). Bahasa
Roh (Glossolalia) Dalam Persepektif Kharismatik: Pdt. Samuel T.Gunawan
https://teologiareformed.blogspot.com/2018/12/bahasa-roh-glossolalia-dalam-perspektif.html
(7). Ibid
https://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=46&chapter=13&verse=8
(9). Eksposisi
1 Korintus 13:8-12 bagian 2 : Stephen Walangare
https://www.kompasiana.com/stephenwalangare/5b16072dcaf7db081e0659c2/eksposisi-1-korintus-13-8-12-bagian-2?page=2
(10).Ibid
(11). Ibid
(12). Ibid
Shalom bapak, ibu dan saudara/i yang dikasihi oleh Tuhan. Apakah ada diantara bapak, ibu maupun saudara/i yang pernah mendengar tentang Shema Yisrael dan V'ahavta? Kalimat pernyataan keesaan YHWH ( Adonai/ Hashem ) dan perintah untuk mengasihiNya yang dapat kita temukan dalam Ulangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 - 6 yang juga pernah dikutip oleh Yeshua/ ישוע/ Yesus di dalam Injil khususnya dalam Markus 12 : 29 - 31, sementara perintah untuk mengasihi sesama manusia dapat kita temukan dalam Imamat/ ויקרא/ Vayikra 19 : 18. Mari kita pelajari cara membacanya satu-persatu seperti yang akan dijabarkan di bawah ini :
BalasHapusUlangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 - 6, " שְׁמַ֖ע יִשְׂרָאֵ֑ל יְהֹוָ֥ה אֱלֹהֵ֖ינוּ יְהֹוָ֥ה ׀ אֶחָֽד׃. וְאָ֣הַבְתָּ֔ אֵ֖ת יְהֹוָ֣ה אֱלֹהֶ֑יךָ בְּכׇל־לְבָבְךָ֥ וּבְכׇל־נַפְשְׁךָ֖ וּבְכׇל־מְאֹדֶֽךָ׃. "
Cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani yang berlaku, " Shema Yisrael! YHWH [ Adonai ] Eloheinu, YHWH [ Adonai ] ekhad. V'ahavta e YHWH [ Adonai ] Eloheikha bekol levavkha uvkol nafshekha uvkol me'odekha
Imamat/ ויקרא/ Vayikra 19 : 18, " וְאָֽהַבְתָּ֥ לְרֵעֲךָ֖ כָּמ֑וֹךָ. "
Cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani yang berlaku, " V'ahavta l'reakha kamokha "
Untuk artinya dapat dilihat pada Alkitab LAI.
Diucapkan juga kalimat berkat seperti ini setelah diucapkannya Shema
" . בָּרוּךְ שֵׁם כְּבוֹד מַלְכוּתוֹ לְעוֹלָם וָעֶד. "
( Barukh Shem kevod malkuto, le'olam va'ed, artinya Diberkatilah Nama yang mulia, KerajaanNya untuk selamanya )
🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜✍🏼🕯️❤️🤴🏻👑🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓🕍✝️🗺️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🦁🦅🐂🐏🐑🐎🦌🐪🕊️🐍₪🇮🇱