Minggu, 26 April 2020

APAKAH BOLEH BERBAHASA ROH SECARA KORPORAT ?


Oleh: Hadiran Halawa

Pada umumnya gereja Pentakosta-Kharismatik menggunakan bahasa roh dalam kegiatan ibadah mereka baik ibadah secara pribadi, maupun ibadah secara korporat di gereja dan dipersekutuan doa. Khususnya pada saat berlangsungnya pujian penyembahan dan doa biasanya sering menggunakan bahasa roh secara spontan dan besama-sama. Tetapi kemudian kebingungan muncul baik dikalangan Pentakosta Kharismatik maupun non-kharismatik ketika timbul pertanyaan-pertanyaan terkait penggunaan bahasa roh dalam ibadah dikaitkan dengan pernyataan Paulus di dalam 1 Korintus 14:23-24, 26-28.

Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menyinggung perihal aturan penggunaan karunia bahasa roh dalam pertemuan jemaat. Terlebih lagi di ayat 27-28 Paulus berkata : Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada orang lain untuk menafsirkannya. (28) Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah”.

Dari ayat ini sering sekali terjadi perdebatan sengit dan pemisahan pandangan antara yang pro dan kontra terhadap penggunaan bahasa roh dalam ibadah. Biasanya ayat ini menjadi jurus pamungkas bagi orang yang kontra terhadap penggunaan bahasa roh dalam ibadah. Sehingga hal ini tentu semakin menambah kebingungan tersendiri di kalangan gereja Pentakosta Kharismatik, alhasil ada gereja tertentu yang akhirnya tidak lagi menggunakan bahasa roh dalam ibadahnya dan hanya boleh menggunakannya secara pribadi dalam doa/ibadah pribadi di rumah. Sebagian besar lagi masih tetap menggunakannya dalam ibadah yang walaupun mungkin belum punya dasar yang kuat  melakukannya,namun karena mungkin sudah menjadi sebuah tradisi maka masih terus saja menggunakannya dalam ibadah.

Melihat masalah ini, penulis kemudian terdorong untuk mengakaji apa sebenarnya yang Paulus ingin mau sampaikan kepada jemaat di Korintus. Apakah memang benar Paulus melarang penggunaan bahasa Roh dalam ibadah secara bersama, atau sebenarnya Paulus punya maksud dan  penekanan lain lebih dari pada itu. Maka untuk mengerti hal ini kita perlu melihat masalah yang sebenarnya terjadi di jemaat Korintus dengan sudut pandang yang benar, sehingga dapat memahami secara keseluruhan apa sebenarnya yang Paulus ingin mau sampaikan

PENGERTIAN BAHASA ROH

Istilah “bahasa Roh” atau “bahasa lidah”  adalah terjemahan dari kata Yunani  “glôssolalia”. Kata “glôssolalia” ini yang merupakan gabungan dari dua kata Yunani yaitu “glôssa” yang berarti “lidah” dan kata kerja “laleô, yang berarti “berbicara, berkata, mengeluarkan suara dari mulut”. Dalam Perjanjian baru, baik dalam Kisah Para Rasul maupun surat Korintus, istilah “bahasa lidah”, “bahasa asing”, dan “bahasa roh”, digunakan kata dan ungkapan yang sama yang saat ini dikenal dengan “γλωσσολαλια – glôssolalia” yaitu gabungan dari “γλωσσα – glôssa (lidah)” dan kata kerja “λαλεω – laleô (berbicara)”

Bahasa roh pertama kali dalam Kisah Para Rasul pasal 2 merupakan “bahasa-bahasa” (glôssai, bentuk jamak), tidak berbeda dengan bahasa roh dalam jemaat Korintus. Kedua-duanya tidak dimengerti oleh pembicara, dalam Kisah Para Rasul hanya dimengerti oleh orang lain, sedangkan dalam Korintus tidak dimengerti orang lain, oleh karena itu memerlukan penafsiran.  Perhatikan kedua ayat berikut ini: Kisah Para Rasul 2:4, “Maka penuhlah (eplêsthêsan) mereka dengan Roh Kudus (pneumatos hagiou), lalu mereka mulai berkata-kata (lalein) dalam bahasa-bahasa (glôssais) lain (heterais), seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya (apophtheggesthai)”; dan 1 Korintus 14:2, “Siapa yang berkata-kata (lalôn) dengan bahasa roh (glôssê), tidak berkata-kata kepada manusia (ouk anthrôpois lalei), tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorang pun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan (lalei) hal-hal yang rahasia (mustêria)”. Jadi, ada dua jenis bahasa roh, yaitu bahasa roh yang dimengerti oleh orang lain (Kisah Para Rasul 2:4) dan bahasa roh yang harus ditafsirkan karena tidak dimengerti oleh orang lain (1 Korintus 14:2).

Pada saat murid-murid yang telah berkumpul dipenuhi dengan Roh Kudus pada hari Pentakosta, mulailah mereka “berkata kedalam bahasa-bahasa (glôssai,) lain” seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk dikatakannya (Baca, Kisah Para Rasul 2:4-11). Pada saat itu, banyak orang Yahudi dari luar Palestina tercengang mendengar puji-pujian bagi Allah yang dalam bahasa (glôssa, Kisah Para Rasul 2:11) dan dialek-dialek (dialektos, Kisah Para Rasul 2: 6-8) yang dipakai di negeri mereka sendiri. Yang dimaksud dengan bahasa roh disini adalah bahasa roh yang benar-benar  merupakan karunia Roh Kudus, bukan bahasa lidah yang dibuat-buat, dipelajari, atau ditiru. Ini karunia bahasa roh. Contoh lainnya disebut dalam ayat-ayat berikut ini: Kisah Para Rasul 10:46, “sebab mereka mendengar orang-orang itu berkata-kata dalam bahasa roh (glôssais) dan memuliakan Allah (megalunontôn ton theon)”;  Kisah Para Rasul 19:6, “Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata (elaloun) dalam bahasa roh (glôssais) dan bernubuat (proephêteuon)” (1).

Bahasa roh, menurut Paulus :
1.berkata-kata kepada Allah; bukan kepada manusia; oleh Roh mengucapkan hal-hal yang rahasia, dan tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya (1 Kor 14:2)
2.orang yang berkata-kata dalam bahasa roh membangun (memperbaiki) dirinya sendiri (1 Kor 14:4)
3.merupakan doa yang dilakukan oleh roh (1 Kor 14:14)
4.merupakan bahasa pengucapan syukur yang sangat baik (1 Kor 14:16-17).


MASALAH DI JEMAAT KORINTUS

Masalah-masalah yang terdapat di Jemaat Korintus sangatlah kompleks
Surat Paulus yang pertama ditulis setelah Paulus menerima kabar buruk dari orang-orang Kloe yaitu jemaat Kristen yang ada di Kointus . Berita buruk tersebut adalah timbulnya perseoalan-persoalan, seperti keikutsertaan jemaat Korintus dalam upacara-upacara keagamaan kafir, penghakiman di depan orang-orang kafir dan pelacuran, selain masalah-masalah etis dan moral, surat ini juga merupakan surat penggembalaan untuk menegur jemaat di Korintus  yang memiliki berbagai macam karunia, sehingga menjadikan jemaat satu dengan yang lainnya saling menyombongkan diri. Dan juga menyalahgunakan karunia roh yang telah mereka terima. Salah satunya adalah karunia bahasa roh yang mereka bangga-banggakan dan menggunakannya dengan salah. Dalam Pasal 12-14 Paulus berbicara panjang lebar tentang karunia-karunia, khusus karunia bahasa roh dan bagaimana seharusnya penggunaanya.

Tulisan Paulus kepada jemaat Korintus terkait bahasa Roh paling komprehensif, karena hal ini yang dibuka oleh jemaat dan melaporkannya kepada Paulus. Tidak berarti bahwa gereja lain dibawah penggembalaan Paulus pada saat itu tidak memilki karunia bahasa roh dan menggunakannya pada saat pertemua jemaat. Ini hanya berarti pembaca saat ini tidak memiliki surat yang lain tentang penyalahgunaan karunia bahasa roh (Keener, Gift, 138). Jemaat yang lainya mungkin saja mereka menggunakan karunia bahasa roh secara dewasa, tidak seperti Jemaat Korintus yang saling menyombongkan menunjukan ketidak dewasaan mereka (2).

Yang menjadi masalah utama dalam jemaat korintus terkait dengan karunia bahasa roh adalah:
1. Paulus berusaha mengoreksi pemahaman mereka tentang karunia-karunia roh, karena sepertinya ada sekelomok jemaat yang memandang bahasa roh sebagai ekspresi dari tingkat spiritualitas yang lebih tinggi, sehingga merasa paling hebat dari antara semua yang tidak memiliki karunia bahasa roh dan menjadi sebuah kebanggan pribadi (1 Kor.14:12
2. Paulus menanggapi kekecauan di dalam pertemuan jemaat melalui suratnya karena banyak orang berbahasa roh di depan Publik ketimbang menggunakan bahasa manusia (1 Kor. 14:23)
3. Berbicara dengan bahasa roh di depan public yang tidak diterjemahkan jelas menimbulkan kebingungan (1 Kor.14:27)

Di dalam 1 Korintus 13:1 Paulus berkata “ Sekalipun aku berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Ayat ini mengindikasikan bahwa beberapa jemaat Korintus menganggap bahasa roh yang juga sering disebut bahasa malaikat merupak puncak dari spiritualitas tertinggi. Yang Kemudian Paulus koreksi pandangan yang salah ini, bahwa kasihlah yang menjadi landasan, fondasi dan motifasi dalam menggunakan semua karunia termasuk karunia bahasa roh dan kasih adalah puncak spiritualitas tertinggi yang harus dikejar dan dilakukan.

Poin penting yang ingin Paulus kepada jemaat di Korintus adalah penggunaan bahasa roh didepan publik yang tidak diterjemahkan. Paulus menegaskan dengan memberi contoh dirinya sendiri “Jadi, saudara-saudara, Jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu pernyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran ?” Jadi jelas disini Paulus mengoreksi penggunaan bahasa roh didepan publik seperti berkhotbah atau bersaksi.

 Contoh lain misalnya datang seorang pengkhotbah disebuah gereja berdiri didepan jemaat seharus menyampaikan Firman Tuhan tetapi sang pengkhotbah hanya berbicara dalam bahasa roh dari awal sampai akhir selama 1 jam. Atau misalnya ada salah satu jemaat yang maju kedepan ingin menyaksikan kebaikan Tuhan dalam hidupnya dihadapan jemaat tetapi dengan menggunakan bashasa roh selama 15 menit, maka ini adalah sebuah kesia-siaan belaka,tak ada faedahnya sama sekali untuk jemaat, karena tidak ada satu orangpun yang mengerti apa yang dikatakan kecuali ada yang menerjemahkan (Orang yang memilki karunia menafsirkan bahasa roh.

DUA FUNGSI BAHASA ROH

Bahasa roh memiliki 2 fungsi. Yang pertama Bahasa roh yang digunakan untuk memembangun diri sendiri/privat berkata-kata kepada Allah, sepeti memuji, menyembah Tuhan dan juga berdoa seperti yang dijelaskan diayat 2. Dalam hal ini tidak perlu diterjemahkan karena bersifat pribadi. Yang kedua adalah bahasa roh yang digunakan untuk membangun jemaat atau dengan kata lain bahasa roh public/Ministerial yaitu bahasa roh yang berfungi untuk menyampaikan suatu pernyataan dari Allah yang bisa membangun jemaat ketika diterjemahkan dan nilainya sama dengan menyampaikan nubuatan.

C.Peter Wagner berkata “Karunia bahasa roh adalah kemampuan istimewa yang diberikan oleh Allah dalam suatu bahasa yang tidak pernah mereka pelajari dan atau untuk menerima dan menyampaikan suatu pesan langsung dari Allah kepada umatNya melalui suatu ucapan yang diurapi Allah dalam suatu bahasa yang tidak pernah mereka pelajari (3)

Barangkali ada kebingungan di jemaat pentakosta-Kharismatik terkait pandangan yang mengatakan bahwa ada dua jenis bahasa roh yaitu (1) Bahasa roh sebagai karunia Roh; dan Bahasa roh sebagai bahasa doa. Seperti pandangan Dennis J. Bannet menyatakan “Allah menggunakan bahasa roh dalam dua cara yang berbeda. Sangat penting bagi kita untuk mengerti perbedaaanya. Pertama, apa yang kita sebut sebagai bahasa doa, dan yang kedua adalah “karunia bahasa roh”(4)

Apakah Paulus memisahkan karunia roh untuk pribadi atau bahasa doa (1 Kor. 14:5), dan karunia berkata-kata dengan roh/karunia bahasa roh untuk kepentingan jemaat (1 Kor.12:30b). Secara terminologi, keduanya menggunakan bahasa Yunani yang sama: γλώσσαις λαλοῦσιν  (Berkata-kata dalam bahasa roh) di dalam 12:30 dan λαλεῖν γλώσσαις  (Berkata-kata dalam bahasa roh) di dalam 14:5. Jadi tidak ada dua jenis bahasa roh menurut Paulus (Turner, Tounge, 238)(5)

BAGAIMANAKAH SITUASI DAN LITURGI IBADAH JEMAAT KORINTUS ?

Kita tidak tau secara jelas bagaimana situasi liturgi jemaat di Korintus. Kendala pembaca hari ini tidak dapat secara tepat mengetahui secara tepat situasi dan tata cara ibadah jemaat Korintus saat itu. Kita hanya bisa menebak dan berharap untuk tidak membuat keselahan sedikitpun”(6). Ketika membaca 1 Korintus 14 memang orang lebih gampang  menyimpulkan bahwa Paulus melarang jemaat menggunakan bahasa roh dalam ibadah, atau ada juga yang lebih ekstrim lagi tidak boleh menggunakan bahasa roh sama sekali (cf.Fee 1994,148).

Tapi paling tidak dari pernyataan Paulus dalam 1 Kor.14:26. Memberikan kita sedikit gambaran situsi dan tata ibadah Jemaat korintus, Paulus berkata “Jadi bagaimana sekarang, Saudara-saudara ? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau pernyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafirkan bahasa roh, tetapi semuanya dipergunakan untuk membangun”

Dari ayat ini kita melihat Paulus memberikan arahan bagaimana seharusnya melakukan ibadah saat berkumpul bersama yaitu masing-masing jemaat mempersembahkan sesuatu ada yang bermazmur, ada ada yang menyampaikan Firman Tuhan, ada yang berbahasa roh, ada yang menafsirkan bahasa roh. Dapat kita prediksi bahwa sebelumnya kebiasaan Jemaat Korintus tidak melakukan tata ibadah seperti yang Paulus sarankan diayat ini.

Barangkali jemaat korintus disaat mereka berkumpul melakukan ibadah tanpa tata ibadah yang jelas sehingga memungkinkan terjadi kekacauan dalam ibadah. Apalagi jemaat Korintus lagi bangga-banggnya dengan karunia bahasa roh maka kemungkinan terjadi adalah setiap jemaat berlomba lomba untuk  berbahasa roh sepanjang ibadah tanpa panduan yang jelas. Hal ini diteguhkan dengan pernyataan Paulus sebelumnya di ayat 23 “Jadi, kalau seluruh jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang  berkata dengan bahasa roh”. Jadi kemungkinan besar begitulah situasi ibadah jemaat Korintus pada saat itu, sehingga Paulus mengarahkan mereka supaya tidak kacau dalam ibadah dan semua dapat berlangsung dengan tertip dan sopan.

Kemudian kita coba bandingkan dengan situasi dan tata ibadah gereja masa kini khsususnya gereja Pentakosta-Kharismatik yang memilki tata ibadah yang khas. Saya mencoba memberikan gambaran secara umum tata ibadah gereja Pentakosa-Kharismatik. Diawali Dengan doa pembukaan disusul dengan lagu-lagu pujian penyembahan disertai dengan penyembahan secara spontan yang dipandu oleh seorang Worship Leader. Pada saat penyembahan spontan berlangung biasanya ada sebagian yang menggunakan bahasa roh, tetapi tidak terus menerus pada saat lainya menyembah dengan bahasa manusia biasa.

Sebagian jemaat lainya menyembah dengan bahasa manusia. Disela-sela pujian penyembahan kadang ada gereja terentu yang memberikan ruang kesaksian bagi jemaat yang mau bersaksi, tentu dengan munggunakan bahasa manusia juga. Setelah sesi pujian penyembahan baru mendengar Firman Tuhan yang disampaikan oleh pengkhotbah/pendeta menggunakan bahasa manusia juga bukan bahasa roh. Semuanya berjalan dengan rapi, sopan dan teratur. Setelah Firman selesai baru diresponi dengan pujian penyembahan lagi. Kemudian disesi doa syafaat berdoa dengan bahasa manusai juga yang kadang diselingi dengan doa dalam bahasa roh. Apakah demikian situasi ibadah jemaat di Korintus, apakah mereka melakukan ritual pujian pujian penyembahan pemberitaan firman yang disertai dengan penyembahan spontan seperti yang dilakukan gerja pentakosta-kharismatik masa kini. Kemungkinan besar tidak melakukan tata ibadah yang sama.

Para pengkritik gereja Pentakosta-Kharismatik yang menggunakan bahasa roh dalam ibadahnya saya pikir salah alamat. Dengan melihat fakta liturgi jemaat Korintus dengan jemaat Gereja Pentakosta-Kharismatik masa kini, yang jelas berbeda. “Gereja-gerja pentakosta kharismatik telah melakukan liturgi ibadah mereka dengan sopan dan teratur menurut apa yang mereka yakini. Karena itu tidak baik jika kritikan yang diberikan menurut standart denominasi lain, sebab standard sopan setiap gereja berbeda-beda. Paulus memberikan sebuah goal yang jelas bahwa semua itu dilakukan demi kepentingan jemaat banyak dan membangun jemaat” 1Kor.12:7 (7).

APAKAH KASIH LEBIH PENTING DARI KARUNIA-KARUNIA ROH ?

Paulus berkata di dalam 1 Kor.14:1  “Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat”. Banyak orang salah dengan ayat ini, apalaagi bagi mereka yang tidak pro dengan penggunaan bahasa roh mereka berdalil bahwa kasih itu jauh lebih penting dari bahasa Roh. Di dalam ayat ini menggunakan dua kata yaitu “kejarlah” dan “Usahakanlah” itu artinya bahwa bagi Paulus baik Kasih maupun karunia-karunia Roh adalah sama pentingnya dalam jemaat untuk dikejar dan diusahakan. Budiselic berpendapat bahwa Paulus mendorong orang percaya untuk menginginkan kasih dan karunia Roh pada saat yang bersamaan. Paulus tidak menekankan kasih lebih dari karunia Roh atau sebaliknya karena keduanya diperlukan khususnya bagi jemaat Korintus yang saat itu tidak seimbang dalam kerohanian”(8).

Lebih lanjut Budiselic berkata Paulus tidak mengatakan bahwa kasih adalah salah satu dari karunia Roh, tetapi kasih harusnya menjadi motif utama dan penuntun dibalik dari semua praktek dan pelayanan mereka”. Dalam mengoperasikan karunia-karunia Roh harus kasihlah yang menjadi dasar dan pendorong utama dalam melakukannya, sehingga semua bisa berfungsi dengan baik sehingga bisa menjadi berkat bagi banyak orang dan nama Tuhan dipermuliakan (9)

APAKAH KARUNIA BERNUBUAT LEBIH TINGGI DARI KARUNIA BAHASA ROH ?

Hal lain yang tak kalah penting dijadikan sebagai “senjata” ayat bagi sebagian orang yang tidak begitu suka penggunaan bahasa Roh adalah perkataan Paulus dalam 1 Kor.14:5 “Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga jemaat dapat dibangun”. Apa yang disalah pahami oleh banyak orang, hanya karena Paulus berkata bahwa dia lebih suka supaya semua jemaat  bernubuat dan orang yang bernubuat lebih berharga dari orang yang berbahasa roh, maka mengambil kesimpulan bahwa karunia nubuat jauh lebih penting dari karunia bahasa roh.

Paulus tidak sedang mengatakan bawah Karunia nubuat jauh lebih tinggi atau penting dari karunia bahasa roh. Adapun maksud Paulus berkata bahwa orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berbahasa roh adalah dalam fungisnya. Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun jemaat I Kor.14:4.

Ketika Paulus berkata di 1 Kor. 14:5 “Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya” Tidak berarti bahwa satu karunia lebih besar dan yang lain lebih kecil, tetapi bahwa seseorang yang bernubuat membangun seluruh gereja, sementara seseorang yang berbicara dalam bahasa roh tanpa terjemahan hanya membangun dirinya sendiri. Paulus mendefenisikan nubuat sebagai karunia yang lebih besar daripada bahasa roh bukan karena penggunaan nilai yang melekat, tetapi dari sudut pandang peneguhan, anehnya Paulus menempatkan bahasa roh yang ditafsirkan dalam ketegori kebesaran yang sama dengan nubuatan”. Jadi disini semakin jelas bahwa bukan tentang besar atau kecilnya karunia roh yang satu dibanding dengan karunia roh lainnya tetapi lebih kepada fungsi dan kepada kuantitas dampak yang ditimbulkan antara seluruh jemaat dan pribadi (Donald Gee, 1993, 154) (10).

TELADAN PAULUS DALAM MENGGUNAKAN BAHASA ROH

Jadi, apakah yang yang harus kubuat ? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku.1 Korintus 14:15

Dari ayat ini jelas kita melihat teladan dari Paulus bagaimana dia mengguankan bahasa roh. Dengan sendirinya mematahkan pandangan orang yang berkata bahwa tidak boleh berbahasa roh dalam ibadah. Apakah perkataan Paulus tersebut diatas dimaksudkan untuk ibadahnya secara pribadi di rumah ? tentu bukan itu maksud Paulus, sebab di ayat selanjutnya Paulus menerangkan hal ini “ Sebab, Jika engaku mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan “amin” atas pengucapan syukurmu ? Bukankah ia tidak tau apa yang engkau katakan?” 1 Kor.14:16

 Dari ayat tersebut dapat kita mengerti bahwa konteks penggunaan bahasa roh yang Paulus maksudkan di ayat 15 bukanlah ibadah secara pribadi di rumah tetapi ibadah secara koorporat/bersama di gereja atau dipersekutuan doa, karena diayat 16 ada orang lain /Jemaat yang ikut mendengarkan, artinya hal itu bicara tentang ibadah secara koorporat bahkan sekalipun itu tidak diterjemahkan karena bersifat pribadi, berdoa dan bernyanyi kepada Allah.

Ulonska berkata  “Pertanyaanya adalah apakah Paulus, ketika ia berbicara tentang  berdoa dan bernyanyi  dalam Roh, berbicara tentang bahasa roh untuk ibadah pribadi atau bahasa roh untuk pelayanan. Jika dia mengacu pada bahasa roh untuk pribadi, maka dia sesaat menggeser pemikirannya dari bahsa roh untuk pelayanan ke bahasa roh untuk pribadi. Beberapa dukungan untuk klaim ini dapat ditemukan dalam kenyataan bahwa Paulus berbicara tentang praktik semacam itu dalam bentuk indikatif masa depan, yaitu ia berbicara tentang bahasa roh sebagai fakta tertentu yang akan terjadi padanya di masa depan. Ini juga sesuai dengan ajaran  Gereja Pentakosta bahwa setiap orang percaya dapat berbicara dalam bahasa roh kapan saja untuk pribadi, tetapi hanya sesekali seseorang dapat berbicara dalam bahasa roh untuk pelayanan ketika ditafsirkan oleh orang lain”  (12).

Teladan Paulus dalam menggunakan bahasa roh di dalam ibadah bersama sebenarnya tidak jauh bedanya dengan apa yang dipraktekkan oleh gereja Pentakosta-Kharismatik dalam setiap ibadah mereka. Ada saatnya memuji dan menyembah Tuhan dengan roh tetapi juga memuji dan menyembah Tuhan dengan akal budi. Kita tidak pernah jumpai di gereja Pentakosta-Kharimatik manapun yang menyanyi dan menyembah Tuhan hanya menggunakan bahasa roh dari awal sampai akhir. Demikian halnya ketika berdoa, kita tidak akan pernah jumpai orang pentakosta-kharimatik berdoa dari awal sampai akhir dengan bahasa roh. Kenyataanya adalah saat berdoa selalu menggunakan doa akal budi dan juga berdoa dengan bahasa roh .Bahkan ada sebagian yang hanya menggunakan doa akal budi saja.

BERNYANYI DAN BERDOA DALAM BAHASA ROH ATAU BERBICARA BAHASA ROH ?

Salah satu ayat penting lainya yang sering digunakan untuk menyerang penggunaan bahasa roh dalam ibadah adalah di 1 Kor.14:23 “Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila ?.

Apa yang sering disalahpahami oleh banyak orang dari ayat ini adalah bagian kalimat Paulus yang berkata “Kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh” Kalimat Paulus ini dianggap  seolah-olah sedang berkata bahwa semua jemaat bernyanyi  memuji dan menyembah Tuhan atau berdoa dalam bahasa roh dalam waktu yang bersamaan. Tentu anggapan ini adalah salah kaprah. Paulus sedang bahas soal orang yang berkata-kata, beribicara dalam bahasa roh yang mungkin sedang mau beri kesaksian atau menyampaikan firman Tuhan seorang demi seorang, tetapi tidak diterjemahkan sama sekali. Hal ini dikuat dengan pernyataan Paulus sebelumnya di ayat 6.

Budiselic menanggapi ayat ini dengan berkata “Alasan utama untuk kekacauan dan kesimpulan orang tidak percaya bahwa korintus “Tidak waras” adalah kurangnya penafsiran. Satu orang akan berdiri dan berbicara dalam bahasa roh sehingga semua orang akan mendengarkannya, lalu yang lain, dan yang lain….tidak diterjemahkan. Dan ini masalah  utama di Korintus mengenai bahasa roh. Tetapi jika kita melewatkan poin penting ini dalam teks, rekonstruksi kita kemungkinan akan terdengar seolah-olah Paulus sedang berurusan dengan jenis argument “seluruh gereja bernyanyi/berdoa dalam Roh- Tolong hentikan itu (13).

Model jemaat Korintus yang berkata-kata bahasa roh dalam pertemuan ibadah secara bergantian jelas kita tidak temukan itu di gereja pentakosta-kharismatik zaman sekarang. Kita tidak akan temukan orang memberi kesaksian atau menyampaikan firman Tuhan dari awal samapai akhir dia berbicara pakai bahasa roh. Jangankan orang dari luar yang tidak percaya, saya sebagai orang yang percaya juga yang ikut dalam ibadah pasti akan berkata juga “orang ini tidak waras”. Karena tidak seharusnya demkian tatalaksannya, seharusnya ada yang menerjemahkan hal ini penting karena disampaikan kepada seluruh jemaat yang hadir.

Lebih lanjut Budselic berkata Bisakah kita bayangkan kebingungan apa yang akan terjadi jika seluruh sidang bernubuat dengan suara yang sama ? namun dalam pasal 14 tidak ada yang menyarankan itu. Tetapi biasanya mereka yang menafsirkan ayat 23 berarti secara bersamaan berbicara dalam bahasa roh tidak menafsirkan ayat 23 dengan cara yang sama (14).

ATURAN PENGGUNAAN BAHASA ROH DALAM IBADAH

“Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada orang lain untuk menafsirkannya” 1 Kor.14:27
Kita harus pahami ayat ini bahwa Paulus tidak sedang merujuk kepada penggunaan bahasa roh secara pribadi/privat, tetapi penggunaan bahasa roh yang bersifat publik/Ministerial yakni menyampaikan sesuatu hal yang diterima dari Allah kepada jemaat sebanyak-banyaknya tiga orang dan harus ada orang yang menafsirkannya. Lalu bagaimana kalau tidak ada orang yang menafsirkannya Paulus mengatakan di ayat 28 “hendaklah meraka berdiam diri dalam jemaat” ini tidak boleh ditafsirkan bahwa tidak menggunakan bahasa roh sama sekali dalam ibadah, sebab kalimat selanjutnya berkata “dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya dan kepada Allah” Kalau dalam konteks penggunaan bahasa roh secara pribadi/privat, yang hanya berkata-kata kepada Allah dalam bentuk doa dan nyanyian dalam hal ini Paulus tidak melarang.

Bahkan bukan hanya orang yang menggunakan bahasa roh yang bersifat publik/ministerial yang Paulus tertibkan, tetapi juga orang yang bernubuatpun Paulus berkata “Tentang nabi-nabi-baiklah dua atau tiga orang di antaranya yang berkata-kata dan yang lainnya menanggapi  yang mereka katakan”. Paulus memberikan arahan yang jelas seperti ini tujuannya adalah supaya jemaat bisa dibangun melalui pelayanan bahasa roh secara publik dan juga pelayanan nubuatan yang harus dijalankan secara tertib, sopan dan teratur (1 Kor.14:40).

BAGAIMANA DENGAN LARANGAN TERHADAP PEREMPUAN BERBICARA DALAM PERTEMUAN JEMAAT ?

"Sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus harus menundukan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum taurat"1 Kor.14:34.

Apa yang luput dari pengamatan orang-orang yang mengkritik penggunaan bahasa roh dalam ibadah secara korporat adalah larangan Paulus bagi perempuan untuk berdiam diri dalam pertemuan jemaat. di ayat 34, Paulus mengawali kalimatnya dengan berkata “sama seperti” apa maksudnya ? tentu hal yang sama yang Paulus maksud adalah terkait dengan apa yang dibicarakan sebelum ayat itu yaitu penertiban terhadap penggunaan bahasa roh public/ministerial dan aturan bernubuat dalam jemaat. Maka Paulus berkata sama seperti kedua hal tersebut ia juga ingin menertibkan perempuan-perempuan yang suka berbicara dalam jemaat.

Harusnya kalau mau adil dalam mengkritik penggunaan bahasa roh secara korporat maka juga harus mengkritik gereja-gereja yang mengizinkan perempuan-perempuan yang berbicara dalam pertemuan jemaat. Sebab faktanya hampir semua denominasi gereja masa kini tidak melarang perempuan untuk berbicara dalam pertemuan jemaat bahkan ada banyak perempuan yang terlibat dalam pelayanan jadi pendeta/pengkhotbah.

Saya percaya tidak ada satupun penafsir yang akan mengartikan ayat ini secara letterlek dan mengaplikasikan dalam pelayanan gereja. Pasti sebagian besar Teolog atau penafsir akan berkata bahwa kita harus melihat konteks jemaat Korintus saat itu, saya setuju dengan itu.

Stephen G Walangare dalam tulisannya berkata Jika dihubungkan dengan relasi suami – istri di ayat 35, kita dapat menarik kesimpulan - bersama dengan para teolog yang lain - bahwa ada beberapa perempuan di jemaat Korintus yang tidak segan-segan mengkritisi suami mereka di depan umum. Mungkin seorang suami sedang bernubuat dan istrinya menanggapi. Mungkin pertanyaan dari para istri terlalu tajam dan terkesan memalukan suami mereka sendiri. Mungkin gaya bicara mereka dipandang tidak sopan dan meremehkan, bahkan memalukan suaminya. Intinya, beberapa perempuan Kristen di Korintus telah memberanikan diri berbicara di depan umum yang menunjukkan ketidaktundukan mereka terhadap suami. Itulah situasi khusus yang terjadi di jemaat Korintus(15).

Senada dengan Stephen G. Walangare, Yakub Tri Handoko menjelaskan “situasi khusus seperti apa yang sedang terjadi di Korintus dan dibahas oleh Paulus di bagian ini? Pertimbangan konteks mengarahkan kita untuk mengaitkan situasi ini dengan kebiasaan menyampaikan atau menanggapi nubuat (ayat 29-31). Pemunculan kata kerja manthanō (“belajar”) di ayat 31 dan 35 (LAI:TB “mengetahui”) memberi petunjuk ke arah sana. Jika dihubungkan dengan relasi suami – isteri di ayat 35, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ada beberapa perempuan di jemaat Korintus yang tidak segan-segan mengkritisi suami mereka di depan umum. Mungkin seorang suami sedang bernubuat dan isterinya menanggapi. Mungkin pertanyaan dari para isteri terlalu tajam dan terkesan memalukan suami mereka sendiri. Mungkin gaya bicara mereka dipandang tidak sopan. Intinya, beberapa perempuan Kristen di Korintus telah memberanikan diri berbicara di depan umum yang menunjukkan ketidaktundukan mereka terhadap suami” (16).

Lebih lanjut Yakub Tri Handoko menerangkan “Lagipula, Paulus sendiri memiliki banyak rekan pelayanan yang perempuan, misalnya Euodia dan Sintikhe (Flp 4:2-3), Priskila (Rm 16:3; 1 Kor 16:19), Maria (Rm 16:6), Yunias (Rm 16:7), Trifena dan Trifosa (Rm 16:12). Beberapa memegang peranan yang penting. Febe sebagai diaken (Rm 16:1-2). Nimfa menjadikan rumahnya sebagai tempat ibadah (Kol 4:15). Begitu pula dengan Priskila (1 Kor 16:19). Sulit membayangkan bahwa para perempuan ini tidak pernah berbicara di dalam ibadah” (17).

Saya percaya para penafsir lainnya juga sepaham dengan tafsiran Stephen G Walangare dan Yakub Tri Handoko tersebut diatas yang melihat kepada konteks situasi jemaat Korintus saat itu. Lalu kenapa dalam menafsir soal penggunaan bahasa roh di jemaat Korintus yang juga sama sama ditertipkan oleh Paulus tidak dilihat dari konteks Jemaat Korintus saat itu yang kacau dalam ibadahnya. Harusnya kita menerapkan prinsip yang sama dalam menilai dan menafsir, bukan justru tebang pilih sesuai selera. Presuposisi yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah.

KESIMPULAN

Setelah penulis melakukan studi analisis tekstual dan konteks terhadap 1 Korintus 14, maka kita bisa simpulkan bawa apa yang Paulus maksudkan soal peneritiban penggunaan bahsa roh di jemaat Korintus bukanlah penggunaan bahasa roh yang bersifat pribadi/privat dalam doa dan pujian penyembahan kepada Tuhan, melainkan penggunaan bahasa roh yang bersifat public/ministerial yaitu menyampaikan pesan Tuhan kepada jemaat Tuhan yang tidak diterjemahkan. Apa yang terjadi di Korintus bahwa tiap-tiap jemaat datang kedepan menyampaikan pesan Tuhan kepada jemaat dalam bahasa roh dari awal sampai akhir tanpa adanya penerjemah dan juga karena  liturgi ibadahnya tidak tearah dan tersusun dengan baik sehingga menimbulkan kekacauan dalam ibadah.

Gereja Pentakosta Kharismatik dalam praketek ibadahnya tidaklah seperti jemaat di Korintus sehingga tidak releven kalau nasehat dan teguran Paulus kepada jemaat di Korintus dialamat juga ke Gereja Pentakosta Kharismatik yang menggunakan bahasa roh dalam ibadahnya. Dengan Jelas bahwa Gereja pentakosta kharismatik, tata ibadahnya sangat tersusun rapi, berlangung dengan sopan dan teratur seperti apa yang menjadi goal dari pesan Paulus kepada jemaat di Korintus.  Gereja Pentakosta-Kharismatik dalam menggunakan bahasa roh yang bersifat pribadi/privat secara khusus saat pujian dan penyembahan spontan berlangsung dan juga pada saat doa. Tidak secara terus menerus, tetapi meneladani Paulus dalam penggunaan bahasa roh yakni menyanyi dan berdoa dengan akal budi juga menyanyi dan berdoa dengan roh.

Oleh sebab itu menjawab pertanyaan tentang apakah boleh menggunakan bahasa roh secara korporat dalam ibadah ? jawabannya adalah kalau bahasa roh itu bersifat pribadi/privat  diperbolehkan. Tetapi kalau bersifat publik/Ministerial yaitu menyampaikan pesan Tuhan kepada Jemaat harus ada yang menerjemahkan dan maximal  2-3 orang yang berbicara secara bergantian.








Catatan:

1. Budiselic, Ervin. 2016. "Glossolalia: Why Christian Can Speak in Tongues in a Church Service Without Interpretation." Kairos Evangelical Journal of Theology Vol. X, no. 2, 177-201.
2. Bennet, Dennis., 2010. How to Pray for The Release of the Holy Spirit. Terjemahan, Penerbit Andi: Yogyakarta, hal. 28-29.
3. C. Peter Wagner (bersama John Wimber) adalah  pelopor Kharismatik dari Gerakan Gelombang Ketiga (The Third Wave Movement). Beliau pakar pertumbuhan Gereja dan misi dunia, professor Sosiolog dan Antropologi dari Fuller Theological Seminary, Pasadena, California, AS.
4. Ulonska, Reinhold. 1996. Darovi Duha. Osijek: Izvori.
5. Fee, Gordon D. 1994. God’s Empowering Presence. Massachusetts: Hendrickson Publishers.
6. Gee, Donald 1993. Pentecostal Experience. Springfield: Gospel Publishing House.
7. Turner, Max. 1998. "Tongues: an Experience For All in The Pauline Churches?" Asian Journal of Pentecostal Studies Vol. 1, no. 2, 231-253
8. Keener, Craig S. 201
9. https://id-id.facebook.com/notes/samuel-t-gunawan/bahasa-roh-dalam-perspektif-kharismatik/733851926663991/.
10. https://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Paulus_yang_Pertama_kepada_Jemaat_di_Korintus
11. https://www.kompasiana.com/stephenwalangare/5b5f068b5e13731a66769982/eksposisi-1-korintus-14-34-35?page=all
12. http://rec.or.id/article_644_Eksposisi-1-Korintus-14:34-35
13. http://dnaxcommunity.blogspot.com/2018/09/apakah-berbahasa-roh-secara-korporat.html

2 komentar:

  1. Syalom Pak Pendeta.

    Ijin bertanya :
    Karena penjelasan Bapak yang cukup detail tentang bahasa Roh. Saya ingin mengetahui beberapa hal tentang topik bahasa Roh.

    Mohon penjelasannya tentang.

    1. Apakah bahasa Roh bisa diajarkan/dipelajari?

    Seperti kursus bahasa Inggris atau Spanyol. Karena dalam beberapa pengalaman saya ketika beribadah bersama hamba Tuhan dari gereja Pentakosta dan GBI, mereka menggunakan format kata yang hampir sama: Contoh : siki labalabalaba, siki labalabalaba dst...
    Secara linguistik: "siki labalabalaba" adalah format kata yang sederhana yang bisa dipelajari dengan cepat. Misalnya kata "mama dan papa" adalah kata internasional yang dipakai oleh hampir semua penutur bahasa, mengapa? karena mudah, hanya mengandung 1 huruf hidup dan 1 huruf mati yang diucapkan berulang-ulang. Sehingga secara psikologi linguistik, muncul kecurigaan bahwa supaya bisa berbahasa roh, gunakan saja format kata2 yang mudah diucapkan.

    2. Apakah penggunaan bahasa Roh bisa direncanakan atau bersifat spontan?

    Direncanakan maksudnya, Contoh : saya akan pergi beribadah, dan diperjalanan saya merencanakan akan berbahasa Roh saat menyanyikan lagu-lagu ibadah nanti. Kemudian saat ibadah berlangsung (lagu dinyanyikan) saya mulai berbahasa roh seperti niat saya sebelumnya.

    Spontan, maksudnya: ketika bahasa Roh itu muncul, saya sadar sedang berkata-kata dalam bahasa lain tetapi saya tak bisa kendalikan diri saya untuk berhenti berkata-kata dalam bahasa itu.

    Dalam rangka belajar dan mencari kebenaran, mohon Pak Pendeta memberi penjelasan sebagai jawaban terhadap pertanyaan saya diatas.

    Terimakasih sebelumnya

    BalasHapus
  2. Shalom pak Akhim, terimaksih sudah mampir di blog saya.

    saya coba menjawab 2 pertanyaaan Bpk diatas.


    1. Apakah bahasa Roh bisa diajarkan/dipelajari?

    Bahasa roh atau karunia bahasa roh tidak pernah bisa dipelajari dan juga tidak pernah akan bisa diajarkan. sebab itu adalah karunia (pemberian)dari Tuhan. Kalau bisa dipelajari dan diajarkan itu bukan karunia lagi namanya, tapi hasil dari kecerdasan manusia itu sendiri dalam mempelajarinya sama sperti kita belajar bahasa inggris misalnya.

    mereka menggunakan format kata yang hampir sama: Contoh : siki labalabala...sebenarnya bukan hanya itu kosa katanya ada banyak dan berkembang. Memang kalau mendegar sekilas kedengarannya hanya itu2 saja.


    2. Apakah penggunaan bahasa Roh bisa direncanakan atau bersifat spontan.

    Pada umumnya penggunaan bahasa roh tidak pernah direncanakan, tetapi mengalir dengan sendirinya secara spontan. Kita sadar 100 %, dan bisa mengendalikan diri kita. bisa bersuara besar bisa bersuara keci. itulah sebabnya bahasa roh bisa dipakai dimana saja dan kapan saja.tanap harus direncanakan. sperti Paulus berkata karunia nabi tunduk kepada nabi-nabi. demikian juga karunia bahasa roh tunduk kepada pemiliknya/penggunanya.

    Demikian kira2 jawaban dari saya pak. Trimakasih.

    BalasHapus